Cabut adalah tindakan meninggalkan kegiatan sekolah tanpa izin, termasuk meninggalkan pelajaran, apel pagi, atau upacara bendera. Di sekolah, fenomena cabut sering terjadi saat upacara bendera, di mana beberapa siswa memilih untuk menghindari kewajiban ini dengan berbagai alasan.
Perilaku cabut mencerminkan kurangnya kedisiplinan dan tanggung jawab siswa terhadap aturan sekolah. Tindakan ini sering kali dipengaruhi oleh ketidaknyamanan terhadap kegiatan tersebut atau adanya dorongan dari lingkungan pertemanan yang cenderung permisif terhadap pelanggaran aturan.
Proses terjadinya cabut dimulai dari sikap ketidaknyamanan siswa terhadap kegiatan upacara bendera. Banyak siswa merasa kegiatan ini membosankan atau terlalu formal sehingga mereka tidak termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif.
Selain itu, kurangnya pengawasan pada beberapa titik di lingkungan sekolah memberikan peluang bagi siswa untuk meninggalkan area upacara. Faktor lain, seperti kebiasaan cabut yang sudah dianggap "biasa" oleh teman sebaya, turut memperkuat fenomena cabut tersebut.
Siswa yang cabut biasanya menggunakan berbagai cara untuk meninggalkan upacara. Beberapa meminta izin kepada guru piket dengan alasan ingin ke toilet, mengambil air wudu, atau merasa tidak enak badan.
Dalam praktiknya, siswa yang melakukan cabut memiliki berbagai cara untuk menghindari pengawasan selama upacara bendera. Selain alasan klasik seperti sakit atau ingin ke toilet, beberapa siswa juga sering berpura-pura tidak enak badan agar mendapat izin untuk keluar dari barisan. Ada pula yang menggunakan kesempatan saat terjadi kekacauan atau kelengahan pengawasan untuk melarikan diri tanpa menimbulkan kecurigaan. Tidak jarang, siswa yang cabut lebih memilih untuk menghindar dengan cara bergerak cepat menuju area yang tidak terjangkau oleh pengawasan, seperti toilet jauh atau area sekitar kantin yang tidak terlalu ramai. Dengan strategi seperti ini, mereka berharap dapat menghindari deteksi dan kembali ke kelas setelah upacara selesai tanpa diketahui oleh pihak sekolah.
Setelah mendapatkan izin atau memastikan tidak diawasi, siswa sering menuju ke tempat yang jarang diperiksa, seperti kantin atau area parkir, untuk menghindari perhatian. Ada juga siswa yang langsung meninggalkan sekolah selama upacara berlangsung.
Kronologi cabut biasanya dimulai saat upacara baru dimulai. Beberapa siswa akan berpura-pura mencari alasan untuk keluar dari barisan, seperti mengaku sakit atau memerlukan bantuan. Setelah itu, mereka meninggalkan lapangan upacara menuju area yang lebih aman.
Setelah berhasil menghindari pengawasan, mereka menghabiskan waktu di tempat persembunyian hingga upacara selesai. Ketika upacara berakhir, siswa kembali ke kelas seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Pemberian sanksi terhadap siswa yang terbukti sering melakukan cabut sangat penting untuk menegakkan kedisiplinan di sekolah. Namun, sanksi yang diberikan sebaiknya bukan hanya bersifat hukuman, tetapi juga mendidik. Sebagai contoh, siswa yang ketahuan cabut dapat diberikan tugas tambahan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial, seperti membantu dalam kegiatan upacara atau menjadi panitia acara sekolah.
 Hal ini bertujuan agar siswa memahami pentingnya kedisiplinan dan partisipasi aktif dalam kegiatan sekolah. Pemberian sanksi yang mendidik ini diharapkan dapat membentuk karakter siswa yang lebih bertanggung jawab dan menghargai aturan yang ada.