Mohon tunggu...
shafa umniyati
shafa umniyati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

halloo semuaa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Makan Bersama Ayah dengan Ayam Lado Hijau

27 November 2024   13:01 Diperbarui: 27 November 2024   13:03 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari sore mulai meredup, menyapa langit dengan warna jingga lembut. Di rumah kecil kami, aroma rempah-rempah sudah mulai memenuhi udara. Bunda, dengan cekatannya, mengulek cabai hijau dan bawang merah di cobek, wajahnya berbinar-binar. Di sampingnya, Abang sibuk mengiris ayam, gerakan tangannya lincah dan terampil. 

Aku, si bungsu, bertugas menata meja makan dengan lilin kecil dan bunga kertas warna-warni. Malam ini, kami akan merayakan kepulangan Ayah, yang telah dua bulan berada di luar kota.  

"Bunda, yakin ayamnya cukup?" tanyaku, menatap tumpukan ayam yang sudah dipotong-potong.  

Baca juga: Peta Konsep Hidupku

"Cukup, sayang. Kita kan cuma berempat," jawab Bunda sambil tersenyum. "Lagipula, Abang sudah janji mau masak ayam lado hijau. Pasti enak!"  

Abang, yang sedang sibuk menggoreng ayam, mengangkat kepalanya. "Tenang, Dek. Aku sudah belajar dari Bunda. Ayam lado hijaunya pasti juara!"  

Aku mengangguk, hatiku berdesir. Rasanya sudah lama sekali kami tidak makan bersama seperti ini. Sejak Ayah pergi, rumah terasa sepi, hanya dihiasi oleh keheningan dan bayangan rindu.  

Baca juga: Luka di Hati Ibu

"Bahannya sudah lengkap, kan, Bang?" tanyaku memastikan.  

"Sudah, Dek. Ada ayam, cabai hijau, bawang merah, bawang putih, tomat, lengkuas, jahe, serai, daun jeruk, daun salam, santan, garam, gula, dan penyedap rasa. Semua ada di sini," jawab Abang sambil menunjuk bahan-bahan yang tertata rapi di meja.  

"Bunda, aku boleh bantu?" tanyaku lagi.  

Bunda tersenyum. "Tentu, sayang. Kamu bisa bantu potong tomat dan bawang putih."  

Aku semangat membantu Bunda, meskipun tangan-tanganku masih gemetar karena gugup. Aku ingin sekali membuat Ayah bahagia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun