"Dek, kamu tahu cara membuat ayam lado hijau?" tanya Abang tiba-tiba. Â
Aku menggeleng. "Tidak, Bang. Aku baru tahu dari Bunda." Â
Abang terkekeh. "Tenang, Dek. Aku akan ajari kamu. Pertama, kita goreng ayam yang sudah dipotong-potong dan dilumuri jeruk nipis dan garam. Setelah itu, tumis bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, serai, dan daun salam sampai harum. Lalu, masukkan cabai hijau dan tomat yang sudah direbus dan diulek kasar. Tambahkan daun jeruk. Kemudian masukkan ayam, santan, garam, gula, dan penyedap rasa. Masak hingga ayam empuk dan bumbu meresap." Â
Aku mendengarkan dengan seksama, berusaha mengingat setiap langkahnya. Â
"Oh ya, Dek, tahu nggak? Ayam lado hijau ini khas dari Koto Gadang, di Sumatera Barat. Bunda yang cerita," tambah Abang, membuatku menoleh penasaran. Â
"Khas Koto Gadang? Kok aku baru tahu, Bang?" Â
Abang mengangguk. "Iya, katanya dulu masakan ini disajikan untuk acara-acara adat seperti pesta atau pernikahan. Bahannya sederhana, tapi rasanya istimewa karena rempah-rempah lokal. Sekarang, sih, jadi salah satu makanan khas Minangkabau yang terkenal banget." Â
Bunda menimpali sambil tersenyum. "Betul, sayang. Nenek dulu sering masak ini. Yang bikin khas itu perpaduan cabai hijaunya yang segar sama santan yang gurih. Ditambah bumbu yang diulek manual, rasa autentiknya nggak tergantikan." Â
Aku semakin antusias membantu, merasa bangga bisa ikut memasak hidangan dengan sejarah yang kaya ini. Â
"Nanti kalau Ayah pulang, kamu bisa tunjukkan ke dia," kata Abang. "Ayah pasti bangga." Â
Aku mengangguk, senyum merekah di wajahku. Â