Mohon tunggu...
Shafa Salsabila
Shafa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga

Mahasiswa kedokteran yang menyukai matematika dan fisika.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Komunikasi Terapeutik untuk Meminimalisir Denial Penyakit Pada Pasien

25 Desember 2024   15:03 Diperbarui: 25 Desember 2024   15:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Denial atau penyangkalan menjadi salah satu bentuk mekanisme psikologi tubuh untuk melindungi suatu individu dari rasa cemas dan ketidaknyamanan akan suatu peristiwa atau tragedi yang dirasa tidak menyenangkan. Denial penyakit menjadi salah satu hal yang banyak ditemui saat pasien mendapatkan diagnosa tidak sesuai yang diinginkan, denial juga bisa menjadi alasan pasien tidak mau dikategorikan sebagai "orang yang sakit" dan membutuhkan pengobatan. Ketika seseorang didiagnosis dengan penyakit serius, mereka mungkin merasa cemas, takut, dan dalam kondisi tertentu menjadi marah. Dalam banyak kasus, ini dapat mendorong mereka untuk mengabaikan fakta bahwa mereka sakit. Misalnya, seorang pasien yang baru saja mendapatkan diagnosis kanker mungkin merasa sulit untuk menerima kenyataan bahwa mereka harus menjalani perawatan dan perlakukan yang berbeda.

Faktor psikologis memainkan peran besar dalam memunculkan denial penyakit ini. Kecemasan dan ketakutan terhadap kematian atau efek samping pengobatan dapat membuat pasien enggan untuk menghadapi kenyataan. Selain itu, lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi sikap pasien. Dukungan keluarga yang lemah atau stigma terhadap penyakit tertentu bisa membuat individu merasa sendirian dan memperburuk rasa denial. Selain itu, faktor pendidikan juga turut bisa berkontribusi, mereka yang kurang memahami penyakit mungkin lebih cenderung untuk menyangkal kondisi mereka. Terlebih jika para pasien sama sekali tidak merasakan gejala yang signifikan dari penyakit tersebut.

Komunikasi terapeutik adalah proses interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien yang bertujuan untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan memahami. Komunikasi ini tidak hanya melibatkan kata-kata, tetapi juga non-verbal seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah. Dalam konteks kesehatan, komunikasi terapeutik berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan saat mereka berjuang dengan diagnosis mereka. Komunikasi terapeutik dapat membantu pasien merasa lebih aman dan terbuka untuk membicarakan kekhawatiran mereka, dan tentu menjadi sangat vital dalam meminimalisir denial penyakit.

Saat akan melakukan komunikasi, tenaga kesehatan perlu menciptakan suasana yang mendukung agar pasien merasa nyaman dalam berbagi perasaan dan kekhawatiran mereka. Dengan menggunakan teknik mendengarkan aktif, tenaga kesehatan dapat menunjukkan empati dan memahami perspektif pasien. Hal ini membantu pasien merasa dihargai dan dipahami, sehingga mereka lebih terbuka untuk menerima informasi mengenai penyakit mereka. Pendekatan yang bersifat edukatif juga dapat diterapkan melalui komunikasi terapeutik dengan memberikan penjelasan yang jelas dan mudah dipahami tentang kondisi medis serta pilihan pengobatan yang tersedia dapat meningkatkan kesadaran pasien. Ketika pasien mendapatkan informasi yang akurat dan relevan, mereka lebih cenderung untuk menerima kenyataan dan mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya dalam pengobatan. Dan yang paling penting adalah dukungan emosional yang diberikan melalui komunikasi terapeutik membuat pasien merasa tidak sendirian dalam menghadapi tantangan mereka. Menawarkan ruang bagi pasien untuk mengungkapkan perasaan mereka tanpa takut dihakimi adalah kunci untuk meminimalisir denial penyakit. Dengan demikian, komunikasi terapeutik dapat menjadi alat yang ampuh dalam membantu pasien beradaptasi dengan situasi baru dan mengurangi resistensi mereka terhadap realitas penyakit yang baru saja mereka terima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun