Pisang goreng ditetapkan sebagai deep-fried dessert terbaik di dunia pada tanggal 17 Februari 2023. Pisang goreng menempati urutan pertama dari 50 deep-fried dessert terbaik, mengalahkan nominasi dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Pisang goreng berhasil mendapatkan nilai sebesar 4,6/5, mengalahkan Quarkballchen (Jerman), Pastelitos Criollos (Argentina), dan Fouskakia (Yunani) yang sama-sama mendapatkan nilai 4,5/5. Pisang goreng juga berhasil mengalahkan deep-fried dessert yang berasal dari negara tetangga di Asia Tenggara. Pisang goreng berhasil mengalahkan dua deep-fried dessert asal Filipina, yaitu Turon di posisi ke 21 dengan nilai 4,1/5 dan Maruya di posisi ke 36 dengan nilai 3,9/5. Penilaian ini diterbitkan oleh salah satu media internasional yang bergerak di bidang kuliner, yaitu Taste Atlas.
Taste Atlas merupakan sebuah media yang mengulas terkait berbagai macam resep autentik, hidangan lokal, dan restoran yang ada di seluruh dunia. Taste Atlas juga menerbitkan daftar 50 negara dengan kuliner terbaik di dunia secara berkala setiap tahun. Tidak hanya itu, Taste Atlas juga memberikan pengetahuan tentang sejarah, asal-usul, dan fakta-fakta menarik seputar makanan dari berbagai negara di seluruh dunia. Taste Atlas didirikan oleh seorang jurnalis yang berasal dari Kroasia, Matija Babic. Saat ini, Taste Atlas merupakan salah satu media di bidang kuliner yang menjadi rujukan banyak pihak di seluruh dunia. Terdapat total 10.717 hidangan, 5.958 bahan, 22.822 restoran, dan 50.016 kritik makanan yang terdapat dalam website media tersebut. Selain itu, Taste Atlas telah memiliki followers sebanyak 176 ribu di instagram dan 71,8 ribu di twitter.
Reputasi yang dimiliki Taste Atlas menjadikan hasil ulasannya dipercaya dan menjadi suatu kebanggaan apabila terdapat makanan dari suatu negara yang dinilai sebagai makanan terbaik. Hal tersebut tentunya menjadikan pisang goreng sebagai makanan indonesia yang diakui dan dapat dibanggakan dalam skala internasional. Penghargaan yang diberikan oleh Taste Atlas terhadap pisang goreng membawa dampak positif terhadap citra dan branding kuliner Indonesia di kancah dunia.
Saat ini, pisang goreng menjadi jajanan yang hits tidak hanya bagi masyarakat Indonesia saja, tetapi juga masyarakat dalam skala internasional. Terdapat banyak content creator dari luar negeri yang membuat content terkait pisang goreng. Bahkan, penghargaan yang diluncurkan oleh Taste Atlas turut mendapat respon dalam bentuk repost di akun media sosial Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Penghargaan terhadap pisang goreng dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membantu memperkenalkan kuliner Indonesia agar semakin dikenal dan dinikmati di seluruh dunia. Selama ini, kuliner Indonesia hanya dikenal dalam beberapa makanan saja.
Hal tersebut tidak terlepas dari rendang, nasi goreng, dan sate yang pernah masuk dalam 10 makanan terbaik di dunia yang ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Namun, masih banyak makanan Indonesia yang belum dikenal dalam skala internasional. Padahal, Indonesia merupakan negara yang kaya akan jenis kuliner. Terdapat lebih dari lebih dari 5.300 makanan asli Indonesia yang tersebar di seluruh daerah. Potensi tersebut harus bisa dimaksimalkan pemerintah untuk menciptakan branding positif Indonesia di kancah internasional dengan menggunakan kuliner.
Potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang kuliner dapat dimaksimalkan dengan mengembangkan diplomasi kuliner atau yang disebut sebagai gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi merupakan salah satu bentuk diplomasi dengan menggunakan makanan sebagai alat untuk memperkenalkan budaya suatu negara. Makanan dijadikan sebagai identitas suatu negara dengan tujuan memberikan pemahaman lintas budaya sehingga budaya suatu negara dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Gastrodiplomasi juga digunakan oleh suatu negara untuk mempromosikan negara mereka dalam skala internasional. Gastrodiplomasi menggunakan pendekatan soft power dalam Hubungan Internasional untuk mempengaruhi tidak hanya negara, tetapi juga aktor non-negara dalam bentuk publik/masyarakat internasional.
Istilah gastrodiplomasi pertama kali dikenalkan oleh media The Economist dikarenakan keberhasilan Thailand dalam melakukan diplomasi menggunakan makanan tradisional sebagai alat branding dan framing positif bagi negaranya. Thailand menjadi negara pertama yang melakukan gastrodiplomasi pada tahun 2002 dalam bentuk program yang diberi nama “Thai Kitchen of The World.” Mereka menggunakan kekayaan ragam makanan yang dimilikinya untuk menjadi daya tarik di mata dunia. Mereka menciptakan cita rasa makanan yang unik dan berbeda, tetapi tetap menonjolkan identitas kulinernya yang sudah menjadi tradisi secara turun-menurun. Selain Thailand, terdapat beberapa negara yang juga menggunakan pendekatan gastrodiplomasi, yaitu Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, India, Turki, dan lain-lain.
Bagi pemerintah suatu negara, gastrodiplomasi tidak hanya memberikan pemahaman budaya lintas negara saja tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Gastrodiplomasi dapat meningkatkan pendapatan negara dari segi ekspor komoditas bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan di negara lain. Gastrodiplomasi juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan Gross National Product (GNP). GNP tersebut didapatkan dari hasil keuntungan yang diraih dari bisnis industri kuliner suatu negara di negara lain. Selain itu, gastrodiplomasi dapat digunakan sebagai alat promosi negara dengan tujuan menarik para turis untuk datang sehingga dapat meningkatkan sektor pariwisata. Kenaikan jumlah turis yang datang ke suatu negara tentunya mampu meningkatkan pendapatan negara melalui devisa.
Penjelasan yang terdapat dalam paragraf-paragraf sebelumnya telah menjelaskan bagaimana gastrodiplomasi dapat memberikan nilai tambah yang menguntungkan negara. Tentunya, hal ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan citra positif dan branding negara. Pisang goreng yang telah dikenal oleh publik di seluruh dunia dapat dijadikan sebagai ikon dari identitas kuliner Indonesia, seperti halnya rendang, nasi goreng, dan sate yang telah dikenal sebelumnya. Namun, gastrodiplomasi dalam bentuk pisang goreng harus menjadi kebijakan strategis politik luar negeri apabila Indonesia ingin meraih keuntungan dari bidang ini. Hal tersebut memerlukan riset, konsep, proyek jangka panjang, blueprint, hingga dana investasi yang besar untuk mewujudkan keberhasilan Indonesia di bidang gastrodiplomasi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah penghargaan terhadap pisang goreng dapat dijadikan momentum Indonesia dalam membangun gastrodiplomasi. Indonesia harus bisa memanfaatkan potensi industri kuliner yang dimiliki. Potensi tersebut dipadukan dengan perencanaan yang matang untuk menjadikan kuliner indonesia sebagai alat untuk meningkatkan citra positif dan branding negara. Indonesia dapat menggunakan makanan untuk mempromosikan negara dalam skala internasional. Gastrodiplomasi mampu memberikan keuntungan terhadap negara dari beberapa sektor seperti ekonomi, pariwisata, dan reputasi dalam skala internasional. Namun, hal tersebut harus diikuti dengan keseriusan pemerintah dalam menjadikan gastrodiplomasi sebagai kebijakan strategis negara dan kekuatan investasi negara dalam mendanai proyek ini dalam jangka panjang.