Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang berbatasan dengan banyak mencakup negara Asia Tenggara di dalamnya. Dengan kekayaan yang ada di sekitar dan di dalam wilayah ini, tidak mengejutkan jika Laut Cina Selatan menyimpan sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam ini termasuk minyak dan gas alam dalam jumlah besar.Â
Kekayaan alam yang melimpah ini sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan, seperti Cina, Vietnam, dan Filipina. Melimpahnya sumber daya alam di Laut Cina Selatan juga telah menyebabkan konflik antar negara, karena masing-masing negara ingin mengklaim wilayah tersebut untuk kepentingan ekonominya.
Selain menyimpan sumber daya alam yang melimpah, Laut China Selatan (LCS) juga memiliki peran strategis sebagai jalur perdagangan internasional. Laut Cina Selatan menjadi jalur pelayaran yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Letaknya yang strategis membuat Laut Cina Selatan menjadi jalur utama pilihan bagi kapal-kapal yang ingin melakukan perjalanan antara Asia, Eropa dan Amerika. Dan aktivitas perdagangan internasional, khususnya dalam pengiriman minyak, gas, dan komoditas lainnya.Â
Karena melimpahnya sumber daya alam dan kegunaan dari kawasan Laut China Selatan akhirnya membuat kawasan ini sangat sensitif sehingga meningkatkan ketegangan dan menjadi ladang dari sumber konflik antar negara. Sebagai salah satu negara adidaya yang berbatasan dengan Laut China Selatan, China melakukan klaim sepihak atas LCS yang tidak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Klaim China berupa sembilan garis putus-putus (nine dash-line) yang mengklaim seluruh pulau yang ada di Laut China Selatan. Klaim ini lagi-lagi menjadi akar konflik bagi negara-negara lain.Â
China juga diketahui melakukan aktivitas legal seperti penangkapan ikan di wilayah LCS yang masuk dalam 200 mil teritorial Indonesia. Kejadian ini mengundang peran pemerintah Indonesia agar bergerak cepat dalam mengerahkan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla). Bahkan tidak saja bagi Indonesia, sengketa LCS sejak tahun 1947 terus menjadi sumber ketegangan bagi China, Taiwan, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam hingga saat ini. Â
Kedaulatan adalah hak sebuah negara untuk mengatur urusan dalam negerinya tanpa campur tangan pihak luar. Bagi Indonesia sendiri, konsep kedaulatan dianggap sangat penting karena mencerminkan kemerdekaan dan keutuhan wilayah yang diperoleh dengan perjuangan panjang.Â
Sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau didalamnya, Indonesia jelas memiliki tantangan besar dalam menjaga kedaulatannya. Pada konteks ancaman di Laut Cina Selatan, kedaulatan Indonesia menghadapi tantangan dari klaim tumpang tindih yang dapat mengancam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Upaya penegakan klaim yang tumpang tindih ini sangat penting untuk menjaga stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.
Dalam mengatasi ancaman kedaulatan ini, Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS) mengambil peran penting. Sebagai lembaga penelitian dan pengembangan kebijakan yang berfokus pada isu-isu strategis dan pertahanan nasional, ISDS memberikan panduan kebijakan yang berbasis bukti yang akan diberikan kepada pemerintah guna memperkuat pertahanan dan kedaulatan Indonesia di kawasan berisiko tinggi seperti Laut China Selatan.
 Klaim tumpang tindih yang terjadi di kawasan Laut China Selatan, seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, banyak negara di sekitar kawasan Laut China Selatan yang yang melakukan klaim sepihak. Beberapa negara yang terlibat dalam klaim tumpeng tindih ini antara lain adalah China. Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya bahwa China membuat klaim atas Laut China Selatan dengan menggambar garis putus-putus dengan tujuan untuk mengklaim seluruh kepulauan di kawasan tersebut.
Ada beberapa negara yang terlibat dalam tumpang tindih klaim di wilayah Laut Cina Selatan. Negara-negara ini termasuk Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Cina membuat klaim atas seluruh Laut Cina Selatan dengan menarik garis putus-putus, yang mencakup klaim atas semua pulau di kawasan ini. Klaim Taiwan atas LCS tidak diakui oleh negara-negara lain.Â
Filipina mengklaim Kepulauan Spratly dan Kepulauan Scarborough, serta zona ekonomi eksklusif yang lebih luas. Vietnam juga mengklaim Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel, serta zona ekonomi eksklusif yang lebih luas. Malaysia memiliki klaim atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Pedra Branca, serta zona ekonomi eksklusif yang lebih luas. Brunei Darussalam turut memiliki klaim atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Luconia, serta zona ekonomi eksklusif yang lebih luas.
Disamping konflik klaim tumpang tindih LCS, Indonesia sebenarnya tidak memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan, akan tetapi Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang meliputi wilayah laut di sekitar pulau-pulau di Indonesia, termasuk di Laut China Selatan. Meskipun tidak terlibat langsung dalam sengketa Laut Cina Selatan, klaim Cina atas 200 mil wilayah Indonesia di Natuna Utara menjadi sumber ketegangan. Mengetahui hal ini, Indonesia telah mengajukan peta batas ZEE ke PBB dan mengakui beberapa pulau di Kepulauan Natuna sebagai wilayahnya.
Bentuk ancaman yang menimbulkan ketegangan bagi wilayah Indonesia tidak hanya berkat aktivitas ilegal yang dilakukan oleh China seperti penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia, namun juga dilakukan oleh Amerika Serikat yang melakukan penerbangan pengintaian di wilayah Laut China Selatan, termasuk di Kepulauan Spartly. Tindakan ini tentu saja meningkatkan ketegangan geopolitik di kawasan LCS.Â
 Ancaman ini memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Di bidang ekonomi sendiri, akibat adanya potensi konflik di Laut China Selatan, industri perikanan di Indonesia akan terganggu dan pada akhirnya mengurangi pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, eksplorasi sumber daya alam bawah laut Indonesia juga dapat terganggu akibat adanya potensi konflik, padahal sumber daya alam bawah laut sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, mengingat masih banyak masyarakat yang memanfaatkan laut sebagai mata pencahariannya.
PENTINGNYA KERJASAMA REGIONAL UNTUK MENJAGA STABILITAS DAN KEAMANAN MARITIM
 Melalui kerja sama regional, negara-negara dapat berkoordinasi dan berbagi informasi mengenai ancaman keamanan dan sumber daya alam di kawasan Laut Cina Selatan. Hal ini membantu dalam mengantisipasi dan menangani ancaman keamanan yang datang, serta meningkatkan kesadaran dan kesepakatan di antara negara-negara yang terlibat. Kerja sama regional memungkinkan negara-negara untuk memantau wilayah laut mereka secara lebih efektif, sehingga memungkinkan mereka untuk mengelola sumber daya alam di wilayah laut masing-masing.Â
Cara ini dapat membantu meningkatkan pengembangan sumber daya alam dan meningkatkan pendapatan ekonomi. Kerja sama regional juga memungkinkan negara-negara untuk menghadapi ancaman global dari luar sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mengingatkan kembali seberapa penting meningkatkan kesadaran akan keamanan maritim dan ancaman global.Â
ReferensiÂ
 Anugerah, M. (2020). Kedaulatan Maritim Indonesia dan Konflik di Laut China Selatan. Jakarta: Pustaka Maritim.
 Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS). (2021). Annual Report on Indonesian Maritime Security. Jakarta: ISDS.
 Isnaini, M., Sulistyo, H., Marlina, R., Staff, S., Tni, K., Laut, A., Info, A., & Artikel, A.S. (2023). Giat Multilateral Naval Exercise Komodo dalam Menjaga Stabilitas Perdamaian di Kawasan Regional Sekaligus Bukti Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan.
Johannes, R. (2023). Peningkatan Ketegangan Geopolitik Di Laut China Selatan. Jurnal Lemhannas RI.
Ningsih, O.A., Indra, M., & Edorita, W. (2016). Sengketa Kepemilikan Kepulauan Spratly Di Laut China Selatan Berdasarkan Unclos III (United Nations Convention on the Law of the Sea) Tahun 1982.
Pashya, M., Gozali, G., Faqiriah, N., & Purnama, Y. (2022). Peran dan Hambatan BAKAMLA Menjaga Laut Natuna Utara di Era Joko Widodo. DEFENDONESIA.
Suhardi, E.P., Lorenza, S., & Chairul, Z. (2020). LEGALITAS TEMBAKAN PERINGATAN CHINA TERHADAP PESAWAT MILITER AMERIKA DI LAUT CHINA SELATAN.
United Nations, "Submissions through the Secretary-General of the United Nations to the Commission on the Limits of the Continental Shelf", 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H