Ramadhan, adalah hal yang menyulitkan bagi saya seorang penulis pemula, dengan pendidikan yang rendah tidak seperti Kompasianer lain, yang ikut berkecimpung dalam bidang tulis menulis ini, sesuai dengan moto saya bukan seorang yang berbakat dalam menulis dan menulispun bagi saya bukanlah hobi, hanya saja untuk mencoba dalam hal yang baru.
Membuat artikel Samber Ramdahan ke-9 di kompasiana tentang kisah inspiratifKarena kebanyakan referensi entah dari buku, vidio, artikel lain dari beberapa web, tentu menyulitkan saya untuk memilih hal yang tepat dengan kondisi dan situasi dan kemampuan yang saya miliki.
Tapi saya mencoba untuk membuatnya yang saya ambil dari kisah nyata yang ada di lingkungan saya berada, agar lebih mudah menceritakannya lewat tulisan.
Adalah seseorang yang bernama Rahman, nama yang saya tulis di sini bukanlah nama yang sebenarnya untuk menjaga image dan privasi.
Ia seorang yang tempramental, pemabuk, penjudi badannya kurus kering, rambut gondrong, seram, berkulit hitam, kalau bicara selalu menyayat hati dan selalu membuat onar di kampung halaman.
Ia bukan orang yang malas bekerja,, pekerjaan apapun ia tempuh untuk menghsilkan uang, tapi uangnya ia gunakan hanya untuk berjudi dan mabuk-mabukan.
Ia mempunyai seorang istri yang cantik, rajin beribdah, berkulit putih, badannya semampai, penyabar dan rajin bekerja. Sebut saja namanya Jamila.
Karena sudah berpuluh-puluh tahun menikah dan berumah tangga belum dikaruniai anak, mereka diberi anak perempuan oleh saudaranya yang sudah mempunyai  banyak anak sehingga tak mampu untuk menambah lagi beban bagi orangtuanya.
Anak itu mereka terima dengan sangat bahagia, dikasihi, dicintai, disayangi, apapun keinginan anak itu ia penuhi, mereka merawatnya dari bayi, dan tumbuhlah bayi itu  menjadi anak gadis yang cantik jelita. Sampai ia menikahkannya dengan seorang laki-laki dan kini mereka mempunyai cucu laki-laki dari anak tersebut.
Kehidupan rumah tangga mereka banyak sekali konflik terutama yang menimpa Jamila, yang sering dimarahi, dipukul, diejek , dan lainnya. Tapi jamila sangat sabar tak pernah menghakiminya balik, hanya bisa menangis, apalagi keadaanya yang mandul menjadi ejekan dan sumpah serapahan dari suaminya tiap hari.
Saya heran dan tidak habis pikir kenapa ada orang yang sesabar dia, jarang ia dikasih uang adapun ia mempunyai uang hasil yang diperolehnya bekerja sebagai buruh harian seperti ngerambet, tandur, kerja di rumahan itupun kalau ada yang menyuruhnya, tapi ia pandai sekali mencari peluang disekitar, sehingga apapun pekerjaannya ia menerimanya dengan baik dan tidaklah sulit baginya untuk mencari sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.