Mohon tunggu...
Shafa Haura Putri
Shafa Haura Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konseptualisasi Pola Asuh Orang Tua dalam Mengonstruksi Self Confident Anak di Lingkungan Sekolah

1 November 2023   09:59 Diperbarui: 1 November 2023   10:05 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Percaya diri merupakan salah satu rasa dan sikap yang dimiliki oleh setiap orang. Percaya diri ialah sebuah rasa yakin dan percaya seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya. Melalui rasa percaya diri, seseorang mampu untuk mengungkapkan, memperlihatkan, dan menunjukkan sisi dirinya di lingkungan sehari-hari.

Setiap manusia penting untuk memiliki rasa percaya diri, termasuk seorang pelajar atau siswa. Dalam pembelajaran, seorang siswa harus mampu berperan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Namun, tidak dapat dipungkiri masih banyak siswa yang belum bisa aktif selama proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan diri siswa tersebut masih rendah. Siswa tersebut masih takut untuk bisa mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan dari guru. Siswa tersebut masih takut untuk dapat menyuarakan pendapatnya, padahal bisa jadi jawaban atau pendapat siswa tersebut sangat baik. Tetapi, itu semua tidak bisa mereka kemukakan karena rasa percaya diri mereka yang rendah.

Banyak faktor yang dapat melatarbelakangi permasalahan tersebut, salah satunya adalah pola asuh orang tua. Seperti yang diketahui, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui oleh sang anak. Lingkungan keluarga meliputi ayah, ibu, dan sang anak itu sendiri. Ketika sang anak pertama kali terjun ke lingkungan sosial yang lebih besar, ia akan mengaktualisasikan terlebih dahulu kebiasaan yang biasa ia lakukan di lingkungan keluarganya.

Menurut Diana Baumrind (1967), pola asuh pada dasarnya merupakan parental control, yaitu bagaimana kebiasaan orang tua membimbing dan mengawasi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju tingkat yang lebih dewasa. Baumrind membagi pola asuh ke dalam tiga bentuk, yaitu pola asuh otoriter (authoritarian parenting), pola asuh demokratis/otoritatif (authotitative parenting), dan pola asuh permisif (permissive parenting). Berdasarkan ketiga bentuk pola asuh tersebut, dapat kita kaitkan terhadap permasalahan tingkat rasa percaya diri siswa di lingkungan sekolah.

Seorang anak yang dididik dengan pola asuh otoriter cenderung dibatasi dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini biasa mendesak sang anak untuk mengikuti kemauan mereka, tanpa memperhatikan apakah anak tersebut mampu dan ingin untuk mengikuti kemauan mereka. Komunikasi yang terjalin pun lebih kepada satu arah. Hal ini dapat menyebabkan sang anak tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya dan cenderung 'keras' dalam mengejar ambisi orang tuanya. Jika ditilik dan dihubungkan kepada tingkat percaya diri mereka saat di lingkungan sekolah, dapat terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah sang anak tidak peduli dengan perkataan teman-temannya dan cenderung akan percaya diri selama proses pembelajaran karena rasa ketakutan mereka kepada orang tuanya lebih tinggi. Namun, bisa saja terjadi kemungkinan kedua, yakni sang anak tidak percaya diri selama berada di lingkungan sekolah karena ia terbiasa memendam segala keluh kesahnya sendiri. Ia tidak berani untuk mengungkapkan pendapatnya karena ia tidak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan selama di lingkungan keluarganya.

Hal tersebut berbeda dengan seorang anak yang dididik dengan pola asuh demokratis/otoritatif. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung mendukung dan mendorong anak untuk mandiri namun selama masih dalam jangkauan pengawasan dan tetap menempatkan batas-batas. Anak diberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan yang mereka sukai. Komunikasi yang terjalin pun dua arah, sehingga pendekatan antara sang anak dengan orang tuanya bersifat hangat. Seorang anak yang mendapatkan pola asuh seperti ini akan lebih cenderung ceria dan memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi. Karena komunikasi yang terjalin selama di lingkungan keluarga ialah dua arah, anak akan lebih bisa dan berani untuk mengungkapkan pendapatnya dan unjuk diri, terkhusus saat berada di lingkungan sekolahnya.

Cukup sering kita temui, seorang anak yang memiliki rasa percaya diri yang sangat luar biasa namun terkadang rasa percaya diri tersebut melampaui batas. Hal ini memungkinkan sang anak selama di lingkungan keluarganya mendapatkan pola asuh permisif. Sang anak yang mendapatkan pola asuh ini cenderung bebas dan suka-suka. Hal tersebut dikarenakan orang tuanya memberikan kebebasan kepada anaknya untuk melakukan apapun tanpa pengawasan. Anak dengan pola asuh ini cenderung memiliki pola hidup yang bebas, dan memiliki sifat egois. Begitu pun ketika di lingkungan sekolah. Apabila dikaitkan dengan tingkat percaya diri mereka selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah, mereka termasuk kategori siswa yang aktif dan sangat percaya diri. Hal tersebut tentu memiliki nilai yang positif. Namun, sikap dan kebiasaan yang mereka miliki membuat mereka tidak dapat menerima pendapat orang lain dan cenderung menganggap bahwa dirinyalah yang benar. Tentu ini menjadi sisi negatif dari penerapan pola asuh permisif.

Tentu setiap anak memiliki tingkat percaya dirinya masing-masing. Salah satu alasannya ialah penerapan pola asuh orang tua yang berbeda-beda di setiap lingkungan keluarganya. Untuk itu, seorang pendidik harus mampu mengarahkan dan membimbing siswa dalam proses mengonstruksi rasa percaya diri mereka. Beri ruang yang sama untuk mereka dapat mengungkapkan pendapat dan gunakanlah metode dan model pembelajaran yang mampu membuat seluruh siswa berperan aktif selama proses pembelajaran, sehingga mereka dapat lebih mampu dan berani untuk menunjukkan diri mereka. Sedangkan untuk para orang tua, diharapkan agar dapat terus merefleksi terkait penerapan pola asuh yang diterapkan di lingkungan keluarga, karena hal tersebut sangat berpengaruh dan berdampak bagi sang anak dalam melakukan kegiatan sehari-harinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun