Mohon tunggu...
Shaela Mayasari
Shaela Mayasari Mohon Tunggu... -

Sekedar merenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memerangi Paedofilia

12 Mei 2014   04:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kurang lebih sebulan terakhir, mata dan telinga kita tak hentinya disuguhkan oleh peristiwa tindak asusila terhadap anak-anak kecil. Selanjutnya kita mengenalnya dengan istilah paedofilia, yakni kecenderungan seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas seksual, berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual dengan anak-anak kecil.

Peristiwa sodomi yang terjadi di sekolah bertaraf internasional, Jakarta International School (JIS), mencuat ke permukaan menyaingi hiruk-pikuk berita politik menjelang Pilpres. Korban yang masih duduk di bangku Taman Kanak- kanak (TK) mengalami trauma dan gangguan psikis yang hebat. Status sekolah yang berjaringan internasional, dengan keamanan yang berlapis-lapis rupanya tak menjamin bocah-bocah ini bebas berekpresi, belajar dengan tenang di sekolah dengan biaya puluhan juta rupiah pertahunnya. Petugas kebersihan di sekolah, ternyata adalah pelaku kejahatan seksual yang setiap harinya wara-wiri di sekitar mereka.

Ironi ini makin melebar dengan diciduknya Andri Sobari alias Emon, pemuda 24 tahun. Tersangka sodomi anak di Kota Sukabumi. Pelaku paedofil yang belakangan telah diketahui telah menyodomi bocah laki-laki sebanyak 120 orang. Aksi bejat ini kerap dilakukannya di tempat permandian air panas . Emon mengiming-imingi mereka dengan uang puluhan ribu, serta mengancam para bocah itu untuk tak memberitahukan kepada orangtua mereka.

Ada lagi seorang pria baruh baya dari Tuban, Jawa Timur yang kedapatan juga telah menyodomi belasan bocah laki-laki. Hidup dan tinggal bersama waria, membuat orientasi seksual pria berkumis penjaja poster ini berubah. Anak laki-laki menjadi sasaran tembaknya setalah berpisah dengan waria tersebut. Begitupun seorang pemain organ tunggal di Sukabumi, yang sekarang telah mendekam di penjara karena aksi paedofilnya terhadap puluhan bocah laki-laki. Di Makassar tak kalah hebatnya, pelaku sodomi terhadap lima anak laki-laki baru-baru ini dihajar massa yang sudah kebakaran jenggot, mengetahui aksi bejatnya.

Itu adalah beberapagambaran gurita aksi paedofilia yang tertangkap media dan kepolisian di beberapa daerah. Tidak menutup kemungkinan, masih banyak bocah-bocah lain di negeri ini yang juga menjadi korban tindakan asusila para lelaki abnormal ini Namun belum melaporkannya kepada pihak berwajib. Komisi Perlindungan Anak Indoneisa(KPAI) sendiri mencatat kenaikan korban paedofilia tiap tahunnya. Tahun 2012 jumlah korban 256 anak. Pada 2013 korban meningkat menjadi 378 orang. Tahun 2014 bulan ke 5 korban sudah mencapai lebih 400 orang.

Cukup, cukup! Sebagai orang yang sangat menyukai tingkah anak kecil, ingin sekali rasanya mencakar-cakar wajah tertutup di tivi itu. Hati mereka dimana? Melihat mata polos para bocah yang seharusnya bersuka ria di bangku sekolahan, bocah-bocah yang sekarang mulai belajar merajut cita-cita masa depan dengan bersekolah, bocah-bocah yang seharusnya riang bermain menikmati masa kecilnya, kini ternoda dengan aksi kejahatan seksual. Pelaku secara tidak langsung membunuh masa depan bocah-bocah tersebut, menghambat proses tumbuh kembangnya dikarenakan tanggungan trauma yang berkepanjangan. Bayangkan saja, jika potongan kejadian pahit terekam di memori, dan terus menerus mengintai meneror hari-hari para bocah ini. Maka, dibutuhkan peran orangtua yang intensif untuk membantu menghapus memori kelam mereka itu.

Dengan alibi pernah mendapat perlakuan yang sama ketika remaja dulu, lantas hal ini mempengaruhi hasratnya untuk melakukan hal yang sama dengan bocah-bocah lain. Bukankah binatang saja pun tidak tega melakukan hal ini. Menggauli anak binatang lain. Entah apa yang bermain di benak para pelaku sodomi ini. Memilih anak-anak sebagai penyaluran hasrat biologisnya. Nalar saya jujur tak bisa menjangkau maksud mereka.

Beberapa pakar psikologi membenarkan bahwa aksi paedofilia ini tidak hanya dilakukan karena motif seksual saja. Namun sebagian besar dikarenakan adanya perlakuan yang sama dialami di masa lampau. Ada amarah, dendam, dan sakit hati dalam diri para pelaku. Persaan inferior inilah yang dilampiaskan dalam menyodomi bocah-bocah di bawah umur, untuk menegaskan diri mereka yang ternyata bisa mengambil alih posisi superior. Seakan-akan mereka mencari pembenaran untuk tindak kejahatan asusila yang diperbuatnya.

Peran keluarga memang sangat dibutuhkan sejak dini untuk menghalau ancaman para predator anak ini. Orangtua harus sejak dini memberikan edukasi seks, berbicara dari hati ke hati kepada anak-anaknya. Hal-hal apa saja yang harus dijaga, serta apa yang harus dilakukan anak ketika berhadapan dengan orang-orang yang mencurigakan. Orangtua memiliki andil yang besar secara masif melindungi anaknya. Entah itu berupa pesan-pesan moril, membekali dengan pondasi agama yang kuat,serta pantauan langsung terhadap lingkungan sekitar tempat anak bermain.

Untuk para pelaku paedofil yang merupakan korban di masa lalu. Sebaiknya tidak menganggap kejadian itu sebagai sesuatu yang akan membuat bumi runtuh. Atau berniat melampiaskannya kepada bocah lain di masa mendatang. Bagaimana jika hal itu terjadi kepada salah satu anggota keluarga mereka. Adik, kemanakan, atau cucu. Ada amarah juga pastinya. Hal itu sebaiknya justru dijadikan cambuk untuk memotivasi diri menjadi lebih baik, dan membuang hasrat untuk tidak mengulangnya lagi. Sebaiknya menyerahkan segala kedzaliman yang dialaminya di masa lalu kepada Tuhan. Menyibukkan diri dengan hal-hal positif untuk bekal di masa mendatang. Sekalipun itu berat, tapi ketika niat untuk menghapus potongan kelam itu begitu besar, saya sangat yakin pasti akan ada jalan yang dimudahkan oleh Tuhan.

Coba kita tengok Jupiter, artis sinetron yang semasa kecil pernah menjadi korban paeodofil. Jupiter merupakan korban sodomi dari orang terdekat keluarganya. Hal ini didiamkan Jupiter berpuluh tahun lamanya, dan dijadikan cambuk untuknya berbuat yang lebih baik. Terbukti sekarang, dia menjadi artis Ibukota dan aktif menyuarakan anti kejahatan terhadap anak.

Pemerintah sendiri, berniat merevisi pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk memberikan hukuman yang tidak ringan bagi para pelaku tindak kejahatan seksual terhadap anak. Karena kenyataan saat ini, hukum Indonesia sejauh ini belumlah memberikan efek jera kepada para pelaku. Meski dalam undang-undang perlindungan anak disebutkan bahwa hukum maksimal 15 tahun penjara bagi pelaku kejahatan terhadap anak. Namun banyak kejadian, justru vonis yang diterima jauh lebih rendah.

Menengok ke negara lain. Pertengahan 2012, Pemerintah Korea Selatan secara tegas mengesahkan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana laki-laki yang berkali-kali melakukan kekerasan seksual pada anak-anak. Kebiri kimia tak lain adalah hukuman menyuntikkan cairan kimia ke organ vital laki-laki untuk melumpuhkan hasrat seksualnya. Beberapa negara di Eropa juga menerapkan hukuman kebiri. Polandia sejak tahun 2009 sudah menerapkan hukuman penjara dan pengebirian kimia bagi pelaku paedofilia.

Rusia pun sejak tahun 2010 menghukum para paedofilia dengan kebiri kimia dan penjara. Negara tetangga kita, Malaysia, sudah sejak tahun 2013 mulai mempertimbangkan penerapan kebiri kimia bagi para pelaku paedofilia. Bahkan di inggris, Inggris sekitar 100 paedofil justru mengikuti program kebiri massal secara sukarela. Kegiatan tersebut dilakukan karena mereka ingin mengurangi hasrat seksual.

Meskipun hukuman ini memunculkan reaksi pro dan kontra di masyarakat dunia. Karena sebagian beranggapan, bahwa hukuman kebiri kimia ini tidak manusiawi, dan merampas hak asazi manusia. Dikarenakan hukuman kebiri mematikan libido seseorang, sehingga tidak bisa lagi memiliki keturunan dan akan berpengaruh pada depresi yang berkepanjangan. Namun menarik yang dikatakan oleh Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk. “Saya tidak percaya bahwa kita bisa menyebut para individu atau makhluk-makhluk pelaku paedofilia itu sebagai manusia.” Jadi untuk apa memusingkan tentang hak asazi mereka.

Jika binatang saja tidak tega melakukan hal sejahat ini, bagaimana dengan manusia yang dititipi akal dan hati oleh Tuhan tega melakukan ini. Mari bersama-sama memerangi paedofilia. Demi keselamatan anak-anak bangsa kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun