Mohon tunggu...
Shady Sant
Shady Sant Mohon Tunggu... wiraswasta -

mengurai hati lewat kata, mengungkap jiwa lewat sapa, memaknai cinta dengan rasa, dan menyimpan rahasiahati dalam sebuah doa dan asa.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Serangan Terencana Polri ke KPK

7 Oktober 2012   23:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:06 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama sengketa Polri dan KPK masih saja berlangsung panas. Ada sesuatu yang kompleks dari permasalahan yang terlihat. Antara semangat memberantas korupsi dan egoisme pada korp. Dari ‘prolog” yang terkesan malu malu sekarang semakin kentara dengan action langsung antara kedua belah pihak. KPK yang berani menggeruduk markas besar dan memburu jendral Polri, polri pun membalas dengan menarik anggotanya yang diperbantukan kepada KPK. Dengan alasan formal bahwa masa tugasnya sudah selesai, Polri dinilai oleh publik itu sebagai alibi yang terlalu kentara. Alasan yang direka reka. Kaejadian tersebut ternyata semakin dukungan publik ke KPK. Dan KPK pun tidak pantang mundur dalam menangani kasuk simulator SIM. Setelah beberapa saat Polri terkesan diam dan hanya melakukan pernyataan formal. Polri membuat gebrakan yang mengagetkan. Bila sebelumnya KPK menusuk langsung ke jantung Polri dengan memburu Jendralnya, maka Polri melakukan tindakan serupa, yaitu menikam langsung ke ulu hati KPK, dengan menggelandang penyidiknya yaitu Kompol Novel Baswedan , anggota Polri yang sudah menjadi penyidik tetap KPK.

Langkah Polri ini sangat tepat, jika memang ditujukan untuk menjadikan KPK macan ompong karena apalah artinya jika penegak hukum korupsi KPK hidup tanpa para penyidiknya. Sebagian penyidik yang masih bertugas dan di bawah polri sudah ditarik. Tinggal penyidik “bandel” yang sudah lepas dari wewenang Polri. Novellah yang berani mendebat argumen dengan seniornya saat penggeledahan KPK ke markas Polri.Dan Novel inipun menjadi target. Maka dicarilah sesuatu yang bisa menjadikan dia “lepas” dari KPK. Karena negara ini negara hukum, maka sebagai syarat legal pembunuhan terhadap institusi KPK. adalah dengan jalan hukum. Setelah ditelusuri, Novel yang pernah di Polri pun dibuka catatan segala informasinya. Intel intelpun bersliweran di sekitar rumah dan orang orang yang bersentuhan Novel. Di dalam catatan kariernya, ditemukan sebuah kasus yang bisa menjadi alat untuk menjadikan Novel pesakitan. Meskipun kasus itu termasuk kecil dibanding kasus yang sekarang berkembang. Dan itupun terjadi delapan tahun lalu. Ada kejanggalan dalam proses hukum yang ditujukan pada Kompol Novel Baswedan ini. Seperti yang tertulis dalam pemberitaan detik.com, Senin tanggal 8 Oktober 2012 jam 01.34 WIB

“Terkait kasus yang dialamatkan Polri kepada Novel, menurut Hikmahanto, ditemui sejumlah kejanggalan. Dia mencontohkan tindak pidana pembunuhan merupakan delik umum dan bukan delik aduan. Artinya, delik umum seperti yang disuratkan dalam KUHP tidak diperlukan aduan.

"Maka sangat aneh ketika Polda Bengkulu baru bergerak setelah ada pengaduan di tahun 2012 atas kejadian di tahun 2004," paparnya.

Anehnya lagi, masih menurut Hikmahanto, dalam sidang etik dan profesi yang dijalani, Novel dinyatakan melanggar etik dan profesi kepolisian karena diduga melakukan tindak pidana penganiayaan dan pembunuhan.

Namun, kepolisian wilayah Bengkulu tidak melakukan proses hukum terhadapnya Novel yang saat itu berpangkat Iptu. Padahal sidang etik dilakukan dalam suasana serba Kepolisian.”

Bukti kejanggalan lainnya adalah telepon dan BBM yang dikirimkan anggota polri dari Bengkulu pada Novel dan keluarganya, bahwa mereka dipaksa untuk menyalahkanNovel Baswedan, seperti dalam pemberiatan detik.com di hari minggu, tanggal 7 Oktober ini jam delapan malam.

Hal ini membuktikan bahwa ada potongan potongan busuk di tubuh Polri, yang menggunakan Polri sebagai institusi untuk menutupi praktek prakek jahat di dalamnya. Yang akan terus saja berupaya bertahan dengan baju seragamnya, agar kejahatannya tidak tersentuh hukum. Dan itu tidak hanya melibatkan anggota Polri level bawah, tetapi elit Polri yang mempunyai wewenang lebih. Sehingga mampu menggunakan intelnya untuk ikut membuat perencanaan jahat pada KPK.

Sudah begitukah kronis sengketa KPK dan Polri, sehingga seolah tidak bisa diselesaikan? Kepala negara yang semestinya bisa menyelesaikan masalah yang ada, tetapi tidak kunjung bergerak untuk menyelesaikannya dengan alasan klasik, tidak mencampuri urusan hukum. Hari ini direncanakan pertemuan antara elit kedua lembaga tersebut. Semoga persengketaan ini bisa berakhir dengan baik. Dan bukan menghasilkan pernyataan pernyataan semua belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun