17 Agustus 2023 nanti, saya ingin mengajak para pembaca untuk menilik sejarah berkibarnya sang saka merah putih di Surabaya.Â
Menjelang peringatan kemerdekaan RI yang ke-78 padaSiapa sangka, untuk dapat mengibarkan bendera Merah Putih di Surabaya setelah kemerdekaan ternyata membutuhkan perjuangan yang besar dari para pemuda Surabaya dan dari perjuangan tersebut Surabaya mendapatkan julukan sebagai Kota Pahlawan.
Didketahui, pada suatu malam yang bersejarah di Surabaya, tepatnya 77 tahun yang lalu, terkenang keberanian dan semangat juang arek-arek Suroboyo (sebutan untuk penduduk asli Surabaya) yang terkesan sangat melambung tinggi dalam perjuangan mereka saat memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajah.Â
Ya, kota Surabaya mendapatkan julukan Kota Pahlawan berkat peristiwa yang terjadi pada saat itu, tepatnya 19 September 1945, di Hotel Yamato yang kini dikenal sebagai Hotel Majapahit Surabaya.
Berdasarkan catatan sejarah yang dikutip dari laman resmi bps.go.id mengungkapkan bagaimana perjalanan pengibaran Bendera Merah Putih saat itu semakin meluas di seluruh pelosok kota Surabaya setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1945. Maklumat tersebut menetapkan bahwa bendera nasional Sang Saka Merah Putih harus dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia mulai dari tanggal 1 September 1945.
Klimaks dari gerakan pengibaran bendera ini terjadi di Hotel Yamato, yang pada masa kolonial dikenal sebagai Oranje Hotel atau Hotel Oranye, yang terletak di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Pada 18 September 1945 malam, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman melakukan aksi provokatif dengan mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya. Bendera itu dikibarkan di tiang tertinggi Hotel Yamato, sisi sebelah utara.
Keesokan harinya pada 19 September 1945, para pemuda Surabaya yang melihat aksi tersebut merasa terhina dan marah. Mereka menganggap bahwa Belanda sedang menghina kedaulatan Indonesia, berusaha mengembalikan kekuasaan mereka di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Dalam suasana yang tegang, Residen Soedirman, seorang pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) serta juga menjabat sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang ke Hotel Yamato. Kemudian ia melintasi kerumunan massa dan masuk ke dalam hotel, diawasi oleh pengawalnya Sidik dan Hariyono. Soedirman, sebagai perwakilan Pemerintah RI, meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Namun, Ploegman, pemimpin kelompok Belanda, menolak untuk menurunkan bendera. Perundingan antara Soedirman dan Ploegman berlangsung memanas. Ploegman bahkan sempat mengeluarkan pistol, memicu terjadinya perkelahian dalam ruang perundingan hingga menewaskan Sidik dan Ploegman. Sementara itu, Soedirman dan Hariyono berhasil melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui kekacauan di dalamnya langsung menyerbu masuk ke Hotel Yamato, terjadilah perkelahian sengit di lobi hotel. Beberapa pemuda bahkan berusaha naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.