Mohon tunggu...
sabrinaraya
sabrinaraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - FIP UMJ

adiknya tsana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ratu Lebah

17 Juni 2022   10:01 Diperbarui: 17 Juni 2022   11:06 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratu Lebah

Perempuan adalah salah satu jenis manusia, sebagai manusia perempuan memiliki hak-hak dan kewajiban yang sudah dilimpahkan kepadanya. Perempuan berhak mendapatkan haknya yaitu hak dalam bekerja yang tidak dibatasi pada pekerjaan rumah atau domestik, haknya dalam pendidikan yaitu perempuan mendapat kesempatan dalam belajar dari tingkat dasar hingga universitas, haknya dalam perkawinan yaitu perempuan bebas memilih siapa yang akan menjadi pasangannya, dan haknya dalam kehidupan publik dan politik yaitu setiap perempuan bebas memilih dan dipilih. Diluar dari hak-hak ini perempuan juga tidak boleh melupakan kewajibannya atau melupakan kodratnya sebagai perempuan.

“Queen bee syndrome” atau “Ratu Lebah” adalah istilah untuk perempuan yang terlalu gencar dalam mendapatkan posisi yang tinggi, bahkan menganggap bahwa melahirkan merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender dan menganggap rendah pekerjaan rumah “pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan orang-orang lemah”.
Sama halnya dengan paham feminis, yaitu pemahaman tentang perempuan bebas menjadi apa saja, bebas mengejar karir, kecantikan, ketenaran dan kekayaan. Mereka berjuang untuk setara dengan laki-laki sampai akhirnya melewati fitrahnya atau bahkan saling merendahkan antar sesama perempuan. Memperjuangkan gender untuk mendapatkan hak perempuan dan menghapus bentuk diskriminasi memang diperlukan tetapi yang harus diperjuangkan tepatnya adalah "keadilan" gender bukan "kesetaraan" gender karena bagaimanapun juga fitrah perempuan dan laki-laki itu berbeda dan tidak bisa disetarakan. Dalam islam justru pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan mulia “Wanita Berkarir Surga” Islam memberikan posisi yang terhormat bagi perempuan sesuai fitrahnya (Wanita Berkarir Surga. Felix Y. Siauw, dkk, 2017). Orang-orang diluar islam beranggapan bahwa islam justru menomor duakan perempuan “Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam” (Mata Perempuan.Siti Apriani Indah, dkk, 2021). Artinya perempuan tercipta setelah laki-laki atau tidak akan tercipta tanpa laki-laki. Ini pemahaman yang salah karena kata-kata ini terdapat dalam fiqih pernikahan bukan penciptaan, sedangkan kata “Adam” juga berarti tanah bukan hanya berarti laki-laki (Mata Perempuan. Siti Apriani Indah, dkk, 2021).  Adanya generasi yang baik dan islami itu berasal dari perempuan-perempuan yang berhasil dalam menjadi pendidik. Dikutip dari buku Wanita Berkarir Surga “Wanita yang mendidik seorang laki-laki mungkin ia sedang melahirkan seorang Pemimpin, sedangkan wanita yang melahirkan dan mendidik seorang anak perempuan, maka ia sedang mendidik sebuah Peradaban” (Wanita Berkarir Surga. Felix Y. Siauw, dkk, 2017).


Gerakan perempuan telah ada sejak sebelum kemerdekaan, seperti RA Kartini yang membuka sekolah perempuan dirumahnya, Dewi Satrika yang pada tahun 1904 mengepalai sekolah di Bandung dan Maria Walanda Maramis yang pada tahun 1918 mendirikan sekolah rumah tangga pertama di Manado, hingga kemudian di bentuk organisasi perempuan yaitu Putri Mardika pada tahun 1912 di Jakarta untuk membantu para gadis bumi dalam menuntut ilmu dan berpendapat. Organisasi perempuan sudah banyak berdiri dari tahun 1912, sampai menjelang masa Orde Baru gerakan-gerakan perempuan itu tergantikan dengan gerakan-gerakan istri-istri PNS atau pejabat. Dan maraknya khasus kekerasan atau pelecehan seksual di masa sekarang ini mengartikan bahwa meskipun sudah diperjuangkan sejak dulu, tetapi perjuangan akan hak-hak perempuan bukan tentang perjuangan yang mempunyai garis finish karena tantangan-tantangan baru akan terus bermunculan.
Di masa sekarang ini perempuan menjadi ketua atau pemimpin itu sudah diperbolehkan tapi permasalahan yang sekarang adalah bukan diberikan atau tidak diberikannya kesempatan untuk menjadi pemimpin melainkan perempuan masih merasa kurang percaya diri, perempuan kurang semangat dalam bersaing dengan laki-laki dan perempuan terlalu mempermasalahkan gender atau sifat-sifat feminin dalam dirinya. Maka perempuan harus meningkatkan kualitas  diri dengan berkarya, menulis, membaca, dan berani untuk mencapai keadilan gender. Karena perjuangan terhadap keadilan gender harus dimulai dari kesadaran pribadi hingga bisa mendorong segala bentuk hal yang merendahkan perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun