Mohon tunggu...
Shabrie Rajax
Shabrie Rajax Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa Program Studi Ilmu Tasawuf Institu Agama Islam Lathifah Mubarokiyah Suryalaya Tasikmalaya

Mahasiswa Program Studi Ilmu Tasawuf Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Lathifah Mubarokiyah Suryalaya Tasikmalaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Harapan Dibalik Tembok Pesantren

3 Januari 2025   02:18 Diperbarui: 3 Januari 2025   02:16 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita Pendek: Sebuah Harapan Dibalik Tembok Pesantren

Di sebuah pesantren kecil di pinggiran kota, hidup seorang anak bernama Adam. Setiap pagi, suara azan dari menara masjid membangunkan santri-santri untuk menunaikan shalat subuh. Adam, dengan semangat yang membara, selalu menjadi yang pertama bangkit dari tidurnya.

Adam adalah anak yatim piatu. Sejak kecil, ia ditinggalkan orang tuanya akibat kecelakaan. Namun, ia tidak pernah merasa kesepian. Lingkungan pesantren yang penuh kasih sayang membuatnya merasa seperti memiliki keluarga. Ia belajar mengaji, ilmu agama, dan juga berbagai keterampilan.

Suatu hari, saat sedang belajar, Adam mendengar tentang lomba pidato tingkat provinsi. Ia sangat ingin berpartisipasi, tetapi rasa takut dan keraguan menghantuinya. Teman-teman santrinya, seperti Siti dan Budi, mendukungnya. "Kamu bisa, Adam! Suaramu bisa menginspirasi banyak orang!" kata Siti dengan semangat.

Dengan bimbingan ustaz, Adam mulai berlatih setiap malam. Ia menulis pidato tentang harapan dan mimpi, mencurahkan segala rasa yang ada di hatinya. Hari perlombaan tiba. Di depan ratusan orang, Adam berdiri dengan gemetar. Namun, saat ia mulai berbicara, rasa takutnya sirna. Suaranya mengalir seperti air, penuh percaya diri dan keikhlasan.

Setelah selesai, tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Adam merasa bangga bukan karena ingin menjadi juara, tetapi karena ia telah berani berbicara dan menyampaikan harapannya.

Akhirnya, Adam meraih juara kedua. Namun bagi dia, kemenangan itu bukan yang terpenting. Yang terpenting adalah ia telah melangkah keluar dari zona nyamannya dan berani bermimpi. Di balik temaram kehidupan, Adam menemukan harapannya, dan pesantren menjadi tempat di mana ia belajar untuk terbang.

Dengan senyuman, ia berjanji akan terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun