Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai
Selalu ku rindukan, desaku yang permai
Petikan lagu Desaku milik L. Manik tersebut mengingatkan saya pada masa kanak, saat tinggal disebuah desa, bernama Desa Sayang, Kabupaten Sumedang. Letak kantor desa itu berada dipinggir jalan, tepatnya didepan SDN Sayang.
Ditahun 1994, saat saya tinggal disana petikan lirik “desaku yang permai” masih sangat relevan, karena desa Sayang masih elok dengan hamparan sawahnya, belum banyak tersentuh modernisasi pembangunan. Hingga waktu bergulir, perubahan – perubahan pun mulai saya temukan satu persatu, sawah yang berkurang, tempat penggilingan padi banyak yang tutup lalu muncul retail-retail yang memangsa warung – warung kecil setiap 500 meter, hingga penempatan markas Brimob dikawasan desa saya.
Barangkali sedikit kisah itu hanya gambaran saja, bagaimana proses kemajuan zaman, diikuti dengan pembangunan serta pengembangan wilayah teritorial keamanan dan perluasan usaha ekonomi kapitalis masuk di desa saya.
Pembahasan Kawasan perdesaan dan perkembanganya tentu sangat luas ruang lingkupnya, namun bila merujuk pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, salah satu ketentuan umum kawasan perdesaan terdapat pada pasal 1 butir ke 9 pengertian Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Bila pemerintahaan saat ini mengedepankan pembangunan berbasis kemaritiman dan kebaharian, dalam UU tersebut kata “pertanian” ditempatkan pada awal kalimat, setelah itu kata “pengelolaan sumber daya alam”, contoh pengelolaan SDA ini bisa pertambangan, perikanan/nelayan/budidaya, perkebunan, dan aktivitas lainnya yang identik dengan kegiatan yang bersifat partisipasi masyarakat pada pengelolaan SDA desanya.
Saat ini saya tidak membahas masalah kata “pertanian” yang identik bercorak agraris, karena di di Kab. Barru, Sulawesi Selatan pengelolaan rumput laut pun bisa disebut petani rumput laut. Saya langsung saja masuk pada topik, salah satu program yang saat ini sedang berjalan yaitu penyaluran Dana Desa.
Program yang dibiayai APBN ini selain berdasarkan UU 6 tahun 2014, pengalokasian dana desa dilengkapi dengan PP no.60 tahun 2014 yang mengalami perubahan menjadi PP no. 22 tahun 2015. Salah satu poin pada pasal 11 adalah alokasi dana yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota. Sumber data alokasi dananya dapat dilihat di (http://danadesa.potretdesa.com/#data).
UU tersebut juga mengatur mekanisme pencairan dana, tahap III pencairan dana desa dilaksanakan pada bulan ini, Oktober 2015 sebesar 20% (dua puluh per seratus). Sebagai contoh pada data, dana desa yang diterima di Kabupaten Bogor, menerima dana desa sebesar 83.206.847.15 maka 20 % dari angka itu adalah sebesar 16.641.369.431, dana ini kemudian disalurkan ke setiap desa di Kab. Bogor, sesuai dengan prioritas yang berdasarkan data statistic tingkat kebutuhan dan keadaan desa dari masing – masing Kabupaten. Proses pencairan ini pun cukup mudah hanya selembar kertas! http://www.kemendesa.go.id/berita/1614/cukup-selembar-kertas-untuk-cairkan-dana-desa.