Komunikasi politik yang dimotori oleh presiden Jokowi pada 21 Mei 2022 punya dampak pesan dalam percaturan politik bagi seluruh elit. Berawal dari Kata Ojo kesusu sambil menyebutkan kandidat penerus Jokowi ada di dalam sebuah forum acara tepatnya di Jawa Tengah, hingga berambut putih dan wajah berkerut yang menjadi ciri-cirinya. Akhirnya nama Ganjar Pranowo yang mengantongi sebagai kandidat capres.
Endors Jokowi bukan main, menggetarkan partai politik yang tengah kegamangan dan menemukan kepastian, hampir semua  kandidat mengharapkan endors politik sebagai calon presiden 2024. Partai politik  kelas bawah alias non parlemen mulai mendeglarasikan dukungan untuk Ganjar, diawali dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), kemudian 21 April 2023 diikuti oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Pasca ditetapkannya Ganjar sebagai capres, memberikan reaksi yang kuat terhadap koalisi parpol. Pertama, koalisi perubahan semakin gesit melirik siapa yang akan menjadi cawapres. Kedua, 1 hari setelah penetapan Ganjar sebagai capres Prabowo melakukan kunjungan politik dalam bingkai halal bil halal dengan Jokowi. Â Meskipun publik tidak mengetahui detail seperti apa teks komunikasinya, pesannya jelas sekali untuk menentukan arah koalisi besar dan positioning Prabowo dalam pencapresan Ganjar.
Beberapa elit politik Gerindra memainkan perannya dalam komunikasi politik, memberikan statement politik yang banyak dikutip oleh media, bahwa Prabowo adalah capres bukan cawapres. Sebagai pesan politik untuk Jokowi dan PDIP.
Pertanyaannya, apakah Prabowo akan bertanding atau bersanding dengan Ganjar? Ada berapa faktor atau variabel yang akan menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, bertanding atau bersaing sangat ditentukan oleh koalisi besar yang tergabung dari dua partai koalisi KIR (koalisi Indonesia raya) dan KIB (koalisi Indonesia Hebat). Apa artinya KIR tanpa PKB (partai kebangkitan bangsa) yang merupakan kunci utama koalisi, manuver politiknya tidak bisa diremehkan, terbukti wakil presiden 2019 mampu dikondisikan dan diketokpalu. Begitu juga dengan koalisi KIB tanpa Golkar sebagai partai besar, maka PPP dan PAN tidak akan dipandang hebat sesuai dengan nama koalisinya.
Ada hal yang perlu diketahui, bahwa partai-partai di KIB jauh lebih dulu mengendors Ganjar sebagai capres yang akan di pasangkan dengan Erick Thohir, bahkan sempat kandas karena perseteruan antar Ganjar dan PDIP kian memanas. Ketidakharmonisan Ganjar dengan PDI terlihat jelas di beberapa acara PDI tanpa kehadiran Ganjar. Setelah resmi deglarasi Ganjar, peta dan formasi koalisi KIB sangat memungkinkan terjadinya perubahan koalisi dalam beberapa waktu ke depan.
Kedua, kesediaan Prabowo menjadi cawapres Ganjar akan sangat menentukan apakah bersanding atau bertanding, seberapa besar jiwa Prabowo saat ini dan nantinya akan diuji. Kalau Prabowo bersedia, berarti kemungkinan terbesarnya jika menang pada pemilu 2024, maka itu akan menjadi karier tertingginya setelah kalah 3 kali dalam pemilu. Sesuatu yang sangat mungkin terjadi jika Prabowo menjadi cawapres Ganjar jika melihat jejak rekam pilpres 2019, pada akhirnya Prabowo menjadi anak buah dari lawan politiknya sendiri.
Disisi lain, hubungan antar Prabowo dan Megawati terbilang baik, meskipun dalam 2 pemilu terakhir tidak dalam satu koalisi, tapi bisa dipastikan sangat mudah dalam membangun koalisi. Hubungan baik ketua harian Gerinda Sufmi Dasco dengan Budi Gunawan yang merupakan orang dekat Megawati juga akan berpeluang menjadi jembatan  komunikasi dan negoisasi.
Ketiga, kemampuan konsulidasi Gerindra dalam mempertahankan dan membentuk koalisi merupakan jalan untuk bertanding. Isu transfer politisi Sandiaga Uno ke PPP bukan strategi pertama kalinya dilakukan oleh Gerindra, pada pilpres 2019 melakukan hal yang sama, dimana Sandi berpindah partai ke PAN untuk mengamankan dan menyenangkan partai koalisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H