Pagi itu menjadi pagi yang tidak biasa untuk Okina. Okina gadis yang baru saja menyelesaikan tugas akhirnya dan dinyatakan lulus sebagai sarjana teknik kini mengambil margarin dengan sendok untuk dioles pada roti tawar yang ia pegang dengan tangan kiri. Hampir 5 tahun Ia tinggal di Ibu Kota, Ia tinggal di sebuah asrama pendidikan yang ia dapati hasil dari beasiswa berprestasinya. Pagi itu setelah cukup mengisi logistik perut anak ketiga dari 6 bersaudara ini, Ia melangkah beberapa ratus meter dari perumahan.Â
"Aku harus segera berangkat" batinnyaÂ
Ketika jarum jam menunjukkan pukul sepuluh Okina sudah membuka pintu toko kue itu, toko kue yang dikenalkan oleh teman sekampusnya. Kamis lalu, Rana, teman satu jurusan Okina mengajak Okina untuk menemaninya membeli kue. Saat itu Rana ingin membelikan kue untuk ulang tahun Ibunya. Lalu sekotak kue ia beli untuk seseorang yang sudah lama ia ingin lupakan.Â
"Mudah-mudahan kue ini tidak meleleh" batin Okina sambil memangku sekotak kue.
Blueberry cheesecake yang berdiameter 18 cm dibawanya sambil menaiki bus. Bus dalam kota yang ber-AC itu nampaknya tidak cukup dingin untuk mendinginkan kue manis tersebut. Perjalanan dari Ibukota ke kota hujan banyak ditempuh dengan armada bis dalam kota. Maklum kala itu masih tahun 2006 belum banyak transportasi seperti kini.Â
Sepanjang jalan Okina melamun teringat dengan kejadian 8 tahun silam. Di masa-masa ia mengenakan rok abu-abu dengan seragam baju putihnya merajut cerita tanpa batas. Ia harus setiap hari menengok kantor tempat para guru. Bukan karena Ia seorang ketua kelas yang memanggil guru hadir ke kelas, ataupun seorang sekertaris yang mengambil map presensi siswa kelas. Okina harus melihat kehadiran ada Ayahnya atau tidak di meja kerjanya sebagai guru matematika.Â
Hari itu hari yang paling diingat Okina, Ia pulang sekolah menggunakan sepeda motor pada pukul 14.30 WIB. Setelah selesai merapihkan diri juga menunaikan sholat ashar, tak kuasa Ia menangis tersedu-sedu sampai-sampai wajah sembabnya tak bisa Ia sembunyikan di depan Ibu dan Kakak perempuannya saat makan malam. Setelah didesak berkali-kali, Ia mulai menguraikan kesedihannya lantaran salah satu gurunya memberikan ucapan yang dirasa tidak pantas di depan kawan-kawannya.Â
"Kamu kan punya Ibu tiri, sudah minta uang Ibu Tiri kamu belum?" sindir Ibu yang mengajar mata pelajaran kimia itu. Saat mendengarnya Okina pura-pura merapihkan rambutku yang tidak berantakan. Di depan ke-10 temannya saat mereka sedang dipanggil di kantor untuk mendengar arahan untuk mengikuti lomba cerdas cermat sekota Bogor. Saat kembali ke kelas, Ia tak kuasa menahan kesedihan, Â Ia hanya bisa menangis. Beberapa teman yang mengetahuinya membantu menemaninya sambil mengelus punggungnya. Tentu ini tidak mudah bagi Okina yang baru beberapa bulan yang harus menelan pil pahit ini.
"Bodohnya kenapa Aku tidak membalas ucapannya." batin Okina.
Walaupun Okina tahu, rasa sedih, sakit dan kecewa yang dirasakannya tak seberapa yang dengan yang dialami Ibunya. Bagaimana tidak selama hamper 25 tahun menikah, suaminya pergi dengan wanita lain begitu saja.