Mohon tunggu...
Mesha Christina
Mesha Christina Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengumpul kepingan momen.

Menulis juga di blog pribadi www.shalluvia.com || Kadang jalan-jalan, kadang baca buku, kadang menulis, dan yang pasti doyan makan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Lain dari Garebeg Sawal Ehe 1956, Ada Pasukan Penari dalam Salah Satu Bregada

1 Mei 2023   22:22 Diperbarui: 8 Mei 2023   20:56 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunungan Estri berhenti sejenak di Sitihinggil (dok. pribadi)

Biasanya, begitu gunungan diangkat dari Bangsal Pancaniti melewati Sitihinggil dan Pagelaran, orang-orang lantas berlarian ke Masjid Gedhe untuk siap-siap berebut gunungan yang dibawa ke sana. Namun, saya justru menuju Pratjimasana, menanti pulangnya prajurit selepas bertugas mengawal gunungan. Karena Tepas Keprajuritan pindah ke Kamandungan Kidul, kali ini para prajurit pun kembalinya ke pelataran tersebut, yang lokasinya sangat dekat dari rumah. Senang sekali, saya pulangnya tinggal mengedipkan mata.

Ketimbang Merayah Gunungan, Saya Lebih Antusias pada Bregada Prajurit

Tiap kali menonton garebeg, tujuan utama saya adalah menikmati iring-iringan prajurit beserta irama gendhing yang dimainkan oleh masing-masing bregada. Dhaeng, Bugis, dan Ketanggung merupakan tiga bregada favorit saya.

Mereka memiliki korps musik dengan instrumen lengkap. Adanya bende serta kecer membuat irama musik yang dimainkan jadi terasa berbeda dengan bregada lainnya. Sangat ikonik dan lebih asyik didengarkan. 

Bahkan, pada Dhaeng serta Bugis ada ketipung dan pui-pui (terompet tradisional Sulawesi Selatan). Kok ada alat musik tradisional Sulawesi Selatan segala? Sesuai namanya, konon Prajurit Bugis berasal dari suku Bugis, sedangkan Prajurit Dhaeng berasal dari Makassar. Cukup masuk akal, mengapa kemudian ada pui-pui dalam dua bregada tersebut, walaupun bentuknya sudah dimodifikasi.

Tambur, ketipung, dan bende milik Bregada Bugis (dok. pribadi)
Tambur, ketipung, dan bende milik Bregada Bugis (dok. pribadi)

Seorang prajurit Dhaeng meniup pui-pui (dok. IG @kratonjogja)
Seorang prajurit Dhaeng meniup pui-pui (dok. IG @kratonjogja)

Ketika para prajurit kembali ke markas  dengan melewati Regol Gadhung Mlati, saya berhasil merekam Bregada Dhaeng dan Bregada Ketanggung. Bregada Bugis karena bertugas mengawal gunungan hingga Kepatihan, maka kembalinya menggunakan bus.


Saya juga sempat merekam Bregada Nyutra serta Bregada Wirabraja. Keduanya menjadi favorit saya pada masa kecil. Pakaian mereka yang gonjreng mudah menyita perhatian, terutama anak kecil. Begitulah, saya dulu sangat menyukai Bregada Nyutra, karena selain  berwarna-warni, bentuk pakaiannya juga unik, jauh berbeda dengan sembilan bregada lainnya. Apalagi alas kaki yang dikenakan bukan sepatu, melainkan sandal yang mirip terompah.

Perubahan Menarik dalam Bregada Nyutra

Ndilalah, pada garebeg pertama seusai pandemi ini, ada perubahan menarik dalam Bregada Nyutra, yang sepertinya bakal membuat saya mengidolakannya lagi. Pasukan pembawa towok (lembing) serta tameng dalam bregada ini, sekarang diisi oleh para abdi dalem mataya (penari) di bawah KHP Kridhamardawa, divisi yang mengurusi seni dan pertunjukan di keraton. Khusus pasukan ini, juga mengalami perubahan dalam hal pakaian. Kalau dulunya mengenakan atasan berlengan panjang seperti prajurit Nyutra lainnya, kini menjadi tanpa lengan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun