Pengalaman 'berinteraksi' dengan orang gila masih dialami keluarga saya sampai sekarang. Di lingkungan rumah saya ada seorang gila yang sering berkeliaran, tapi dia tidak mau mengganggu warga sekitar. Saya dan keluarga menyebutnya Si Gimbal.
[caption id="attachment_286156" align="aligncenter" width="225" caption="si gimbal (dok. pribadi)"][/caption]
Saya tak tahu awalnya bagaimana, ibu saya sering memberi makanan pada si gimbal. Dia ini paham kalau dirinya diajak bicara, meskipun tak ada kata balasan dari dia. Suatu kali, bapak saya pernah menawarinya rokok dan tak disangka ternyata ia mau. Sekali diberi rokok, ia ketagihan. Ia sering tak mau kalau diberi makanan, tapi ketika ditawari rokok ia langsung mau dan beranjak mendekat. Terkadang dia juga ikut menonton TVÂ dengan berdiri di depan pintu rumah. Awalnya kami takut tapi lama-lama terbiasa juga.
[caption id="attachment_290404" align="aligncenter" width="300" caption="bapak membantu si gimbal menyalakan rokok (dok. pribadi)"][/caption]
Gimbal ini sepertinya berasal dari luar Jawa, meskipun dia jarang bicara namun terkadang dia menjawab saat ada orang yang iseng mengajaknya bicara. Dan dia selalu menggunakan bahasa Indonesia. Bila ada yang mengajaknya bicara dalam bahasa Jawa dia paham juga tapi tak pernah menjawab. Pernah, pagi-pagi ia mengamuk, berteriak-teraik tak jelas sambil berjalan. Ibu saya yag kebetulan sedang menyapu menegurnya. "Ora bengak-bengok, mbribeni wong turu..." Ia hanya tersenyum dan berjalan lagi. Ketika sudah agak jauh dari rumah saya, ia kembali berteriak-teriak lagi.
Sebenarnya aneh juga 'berinteraksi' dengan orang gila, orang gila yang memang benar-benar gila. Tapi ketika niatnya tulus untuk menolong, tak apa-apa kan? Asalkan orang gilanya jangan seperti yang 'menggondol' adik saya atau yang berebut sapu dengan saya, hihihi... ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H