Mohon tunggu...
Shahnaz Apsari Maghfirah
Shahnaz Apsari Maghfirah Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis , musik, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepasang Merpati yang Kembali

27 Oktober 2013   07:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Debur ombak menggulung pelan, mengenai kedua kakiku yang sengaja ku selonjorkan menghadap hamparan pantai di depanku. Senja menari-nari indah di pelupuk mataku yang mulai perlahan menteskan air mata. Tak terhitung sudah ini tetesan air mata yang ke berapa kalinya untuk sore ini. Aku mengamati sekelilingku, pantai indah yang sengaja ku kunjungi untuk melepas risau yang menghujam dan pelan mematikan nadiku mungkin. Pantai ini begitu sunyi, hanya ada aku, kawanan burung yang beterbangan, ikan-ikan kecil yang bermain, dan sepasang kepiting yang mengadu cinta.

Pantai ini begitu terpencil. Terletak di sudut gelap ujung pulau Lombok. Jarang ada orang yang mengunjungi, lihat saja pantainya masih terlalu suci untuk di jamah manusia. Dan karna keberuntungan aku menemukan surga dunia yang indah ini. Sebelumnya aku pernah kesini bersama keluarga besarku dan Rasya, lelaki yang sangat aku cintai. Kami berlibur kala itu. Membahas tentang pernikahanku dan Rasya yang akan berlangsung 2 minggu lagi. Aku pernah bermimpi untuk pergi kesini bersama Rasya berdua. Tapi nyatanya, hari ini, di saksikan helaian angin aku terduduk disini sendirian.

Angin berhembus pelan, seakan dengan halus menyuruhku bersetubuh dengan pasir putih yang ku pijak sekarang. Seperti terhipnotis, aku merebahkan tubuh menghadap langit merah sore ini. Bayanganku kembali mengingat kejadian sehari lalu. Terlalu sakit mungkin untuk di ingat, tapi memoriku terus meminta untuk kembali memutar adegan yang tak pernah ku harapkan ada di hidupku.

**

Aku tak pernah percaya ini. Dengan mataku sendiri, aku melihat Rasya berjalan bersama Kirana. Wanita yang selalu mengejar-ngejar Rasya. Kirana mengetahui bahwa Rasya adalah milikku. Tapi tetap begitu, usaha Kirana untuk merebut Rasya dariku terus meningkat di setiap harinya. Aku sebenarnya cemburu. Aku sebenarnya marah. Ingin rasanya mengucap kalimat sumpah serapah pada Kirana tepat di wajahnya. Tapi tak pernah aku melakukannya. Aku menghargai Kirana karena jauh sebelum bertemu aku, Kirana adalah penolong Rasya.

Aku selalu menjaga perasaan Rasya yang terlalu baik hati pada Kirana karna alasan balas budi. Aku tak pernah mengutarakan kecemburuanku pada Rasya. Aku selalu menutupinya dengan senyum yang terkembang manis di bibirku.Tapi, wanita mana yang tak sakit hatinya kalau lelakinya di dekati wanita lain.

Marahku sudah sampai ke ubun-ubun. Batas sabarku sudah perlahan menyurut, menghilang. Begitu aku melihat Kirana dengan mesra memegang lengan Rasya. Aku bergegas menghampiri mereka. Dengan menahan air mata aku menatap Rasya tajam.

“Jadi, seperti ini balasan untukku yang selalu setia sama kamu?” dengan tersenyum pelan, aku berlari kencang meninggalkan Rasya yang ku dengar mengejar dan memanggil namaku.

**

Tanpa pesan apapun pada orang yang aku kenal, sampailah aku di pantai ini. Sudah sehari aku bermalam disini. Tinggal di tenda yang ku dirikan. Seperti hidup dalam pengasingan. Hari-hariku disini ku habiskan hanya dengan tidur, menatap pantai, bermain air, dan menangis.

**

Sinar matahari jingga perlahan memaksaku beranjak dari pasir yang tadi ku singgahi . Aku beranjak masuk ke dalam tenda, mengambil jaket kesayanganku, kembali ke luar, dan menyalakan api unggun kecil. Sambil menghangatkan tubuh, aku menyeduh secangkir kopi dengan aroma kepedihan.

Aku merindukan Rasya. Tapi rasa sakitku yang sudah terakumulasi hampir penuh memaksa diriku untuk menghilang dari Rasya. Aku merindukan senyum Rasya, caranya tersenyum, aroma tubuh wanginya yang bercampur dengan peluh dan asap rokok. Merindukan saat-saat aku dan dia tertawa bersama, menghabiskan hari-hari berdua, bermain permainan anak-anak yang selalu kami mainkan. Merindukan dekapan hangat pelukannya saat aku sedang lelah dan butuh semangat. Genggaman tangannya yang kuat seakan melindungiku. Ciuman di keningku, sebelum aku tertidur. Rasa sayangku pada Rasya terlalu besar. Aku merindukannya, tapi aku benci melihatnya terlalu baik pada Kirana.

Berulang kali Rasya selalu meyakinkan aku bahwa aku adalah satu-satunya wanita yang dia saying. Aku percaya itu. Tapi, Kirana. Lagi lagi Kirana. Cemburuku mungkin berlebihan, tapi aku wanita biasa yang tak pernah menginginkan lelakiku terlalu baik pada wanita lain.

Senja mulai berpamitan pergi meninggalkanku. Esok pagi dia akan dating lagi. Dan kini awan berarak pelan, senja yang pergi tadi telah tergantikan oleh eloknya lekuk tubuh bulan purnama. Aku kembali mengingat Rasya, bagaimana ketika aku dan Rasya di pertemukan oleh cahaya bulan. Rasya dan aku sama-sama menyukai cahaya bulan. Kami mengagumi bulan, sampai pernah memandangi bulan yang bersinar sampai dini hari di atas bukit.

Alam selalu berhasil memaksa kenangan ku dan Rasya agar selalu teringat. Aku tak lagi ingin mengingat Rasya. Aku beranjak pergi masuk dalam tenda, menyalakan lampu minyak kecil, tertidur dalam keheningan dan kesendirian.

**

Fajar pagi menghantarkanku untuk membuka kedua mataku dengan pelan. Masih dengan jaket kesayanganku, aku membuka tirai tenda dan beranjak keluar. Aku terbelalak melihat sosok yang semalam ku rindukan sedang tertidur di depan tendaku. Aku bahagia kembali melihat lelakiku. Tapi aku masih merasakan sakit yang luar biasa.

Denga tak bersuara, aku memegang kedua pipi Rasya dengan pelan. Aku mencium kening Rasya sebagai tanda aku merindukannya. Tanpa di duga Rasya mulai membuka matanya pelan. Tanpa perkataan apa-apa, dengan cepat Rasya menghambur memelukku. Naluri wanitaku mulai bekerja, aku menangis keras di dada Rasya, sambil memeluknya erat.

“Kamu kenapa Liv? Kenapa harus pergi tapi nggak pamit kayak gini? Aku khawatir sama kamu.”

“…..” air mata menghentikan bibirku untuk bersuara.

“Aku sayang sama kamu Liv. Bukan sama Kirana. Aku tau selama ini kamu nahan rasa cemburumu. Aku baik ke Kirana cuma balas budi karna dia udah pernah nolong aku. Aku udah pernah minta ke Kirana buat berhenti suka aku, kemarin dia minta permintaan terakhir buat ngerasain jadi pacarku sehari. Aku ikuti kemauan dia, biar dia nggak lagi mengusik hubungan kita Liv. Aku sengaja nggak bilang sama kamu. Aku takut kamu sakit hati. Maafin aku Liv”

“Maafin aku juga Ras. Aku selalu nutupin rasa cemburuku di depanmu.”

“Jangan pernah lagi pergi dari aku tanpa ijin ya Liv. Aku khawatir sama kamu. Aku sayang sama kamu Liv.”

“Aku juga sayang kamu Ras”

**

Aku berjalan di pinggiran pantai, menyambut ufuk senja yang kembali datang. Pagi ini aku tak sendirian, aku berjalan sambil menggenggam tangan lelakiku. Lelaki yang aku sayangi. Pantai ini tak lagi terasa sunyi, karna bukan hanya kepiting dan kawanan burung yang berpasangan, aku pun membawa belahan jiwa yang Tuhan takdirkan untukku.

“Makasih Ras, buat kasih sayang kamu selama ini”

“Iya, makasih juga udah jadi wanita yang baik buat aku selama ini Liv”

Pagi ini begitu indah. Di awali dengan dekapan hangat Rasya. Aku pun memperkenalkan Rasya pada hamparan pantai, dan cahaya matahari pagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun