oleh F. Sugeng Mujiono
Ya, bendo yang sudah jarang ditemukan itu masih terlihat tumbuh kokoh di sebuah desa di pinggiran Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya adalah Desa Pojok di Kabupaten Sleman, berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Di sisi tenggara desa tersebut, di bibir lereng menghadap ke lembah Desa Kisik dan Sungai Progo, tumbuh tinggi sebatang pohon bendo di antara rimbunnya rumpun bambu dan beberapa batang aren.
Usia pohon itu sudah puluhan tahun. Tetapi masyarakat desa itu kurang mengenalnya. Masyarakat mengenal Bendo lebih sebagai tempat pemandian, yang mereka sebut dengan Kali Bendo.
Ya, Kali Bendo. Tempat pemandian itu terletak di tengah-tengah lereng. Untuk mencapainya, harus meniti jalan setapak terjal berkelok dan menurun, yang menjadi becek dan licin apabila turun hujan.
Kala itu, masyarakat Desa Pojok kebanyakan belum memilik tempat  mck, mandi cuci dan kakus. Ada beberapa sumur yang hanya dimiliki oleh keluarga yang mampu. Biasanya sumur itu dilengkapi dengan timba berupa batang bambu yang ditopang  seperti timbangan. Satu ujung ditambati batu, di ujung lain yang menghadap ke bibir sumur ditambati batang bambu yang lebih kecil dengan ember tergantung di batang tersebut.
Ya, kebanyakan masyarakat tidak memiliki tempat mck. Maka Kali Bendo menjadi tempat bersama bagi sebagian masyarakat untuk mandi, cuci, dan kakus. Masyarakat menyebutnya Kali Bendo. Tetapi sebenarnya bukanlah sebuah kali dalam arti sungai. Di tempat itu ada dua buah pancuran berjajar dengan jarak sekitar 4 meter, dengan sumber air yang tak pernah kering sepanjang masa. Pancuran dibuat dari batang bambu yang banyak tumbuh di tempat itu.
Bambu wulung sepanjang kira-kira 2 -- 3 meter dibelah dan dibersihkan ruas dan buluh-buluhnya. Ditambatkan pada bibir lereng/tebing tempat sumber air itu mengalir, kemudian ditindih dengan batu kali supaya tidak njomplang (jatuh). Air dialirkan melalui belahan bambu itu, dan mancur kira-kira 3 -- 4 meter ke bawah. Pancuran dari bambu itulah yang digunakan masyarakat untuk mandi dan cuci.
Seluruh aliran itu menyatu ke dalam sebuah blumbang (kolam) di bagian sisi utara pancuran itu, selanjutnya mengalir keluar melalui parit kecil menuju persawahan , dan berbelok ke arah selatan dengan muara Sungai Progo.
Di parit kecil sebelah blumbang itu, masyarakat biasa ndodok (jongkok) buang hajat. Kotoran ikut hanyut ke bawah, hancur dan menghilang di persawahan, menjadi pupuk tanaman yang ada di sana.
Kali Bendo begitu melegenda dan menjadi kenangan bagi sebagian masyarakat Desa Pojok. Kedua pancuran kembar itu dipisahkan oleh sebuah dinding batu kali. Bagian sisi selatan mancurnya tidak terlalu tinggi, menjadi tempat khusus kaum Hawa. Sedangkan di sisi utara mancurnya cukup tinggi, adalah bagian untuk kaum Adam.