Mohon tunggu...
SG Ferryanto
SG Ferryanto Mohon Tunggu... -

Seorang suami yang sedang ikut membesarkan dan mendidik dua anak laki-lakinya.. Pemerhati interaksi antara perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Kita Secara Alamiah Sulit Memahami Evolusi?

3 Februari 2015   13:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Asal Usul Makluk Hidup (http://ecx.images-amazon.com/images/I/819qsVUaDHL._SL1200_.jpg)

Bila kita ditanyai soal asal usul manusia, kita tentu menjawab secara otomatis, intutif, dan tanpa sadar (unconscious) bahwa manusia adalah hasil ciptaan yang dari awalnya mempunyai bentuk dan keberadaan seperti yang kita amati sekarang ini. Adalah sangat sulit bagi kita untuk percaya bahwa  perubahan karakteristik yang diturunkan organisme paling sederhana (bersel tunggal) ke generasi-generasi berikutnya secara perlahan dan lama (bisa jutaan tahun) akhirnya menghasilkan kita, manusia yang adalah organisme berstruktur kompleks. Itulah penalaran alamiah (natural cognitive) kita, yaitu penalaran yang muncul secara otomatis, intuitif dan seringnya tanpa disadari untuk mewujudkan dan mengolah informasi dalam bentuk persepsi, pikiran, perasaan, motivasi dan tindakan/pengalaman. Perubahan perlahan dari mahkluk berstruktur sederhana menjadi mahkluk berstruktur kompleks disebut evolusi. Evolusi adalah hasil temuan berdasarkan eksperimen ilmiah yang bisa dibuktikan dan bahkan hasilnya membawa kemajuan dalam kehidupan kita yang kita nikmati sekarang ini.

Saya berusaha mencari tahu lewat banyak sumber – buku, jurnal dan video – untuk mencoba mengerti mengapa kita secara alamiah sulit memahami evolusi, apalagi mempercayainya. Kemudian saya mencoba menerungkan apa yang saya pelajari. Akhirnya saya membandingkan penalaran alamiah saya yang intutif dan otomatis dengan penalaran ilmiah saya  yang logis dan perlu usaha.  Berikut ini adalah ringkasan lima penalaraan alamiah yang membuat kita kesulitan memahami dasar pemikiran maupun bukti-bukti evolusi dan membuat kita menolaknya:

1.Hakekat Makluk Hidup (Biological Essentialism) Tidak Berubah. Kita cenderung untuk berpikir bahwa setiap kelompok makluk hidup mempunyai hakekat yang unik dan tidak berubah. Para anggota kelompok tersebut dikategorikan dalam satu jenis (species). Kita berpikir mengikuti pola seperti contoh-contoh berikut ini. Ikan adalah kelompok yang mempunyai insang, burung adalah kelompok yang mempunyai sayap, ikan tetap menjadi ikan, burung tetap menjadi burung dan sebagainya.  Cara berpikir seperti ini ternyata tidak benar. Bila diberikan waktu yang cukup, jenis makluk dapat hidup berubah ke jenis lainya. Ada binatang (misalnya ikan paus dan lumba-lumba) yang hidup di air tetapi bernafas memakai paru-paru; ada binatang menyusui atau mamalia (misalnya, kelelawar) yang mempunyai sayap; ada burung (misalnya, penguin) yang sayapnya tidak dipakai terbang tapi sebagai pengayuh waktu renang.  Setelah ditelusuri lewat penelitian, ternyata hasilnya bahwa semua jenis makluk hidup mempunyai hubungan saudara satu dengan yang lain melalui berbagai perantara dengan nenek moyang yang sama (lihat ilustrasi video dan gambar tentang Proses Perubahan Makluk Hidup dan  Pohon Kehidupan ). Penelusuran ini memerlukan usaha sistematis lewat pengumpulan data dan kemudian menganalisisnya, yang tidak bisa dilakukan lewat penalaran secara otomatis dan seketika. Karena itulah penalaran alamiah cenderung menolak evolusi.

[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Pohon Asal Usul Makluk Hidup (http://ecx.images-amazon.com/images/I/819qsVUaDHL._SL1200_.jpg)"][/caption]

2.Perubahan Kecil (Microevolution) Secara Hakiki Mempunyai Proses Yang Berbeda Dari Perubahan Struktural Besar (Macroevolution). Kita masih bisa menerima perubahan karakteristik karena mutasi dan adaptasi dalam skala kecil, misalnya perubahan bentuk paruh burung, warna rambut dan kulit manusia, ukuran kuda lokal dan impor impor dan sejenisnya. Namun, kita sulit sekali menerima kenyataan bahwa jenis burung dulunya berasal dari jenis dinosaurus pemakan daging (lihat the orgin of birds), dan kuda dulunya berasal dari binatang berukuran sebesar anjing sekarang (lihat the evolution of horses). Ini merupakan ketidak-mampuan kita memahami skala perubahan dalam bentangan waktu yang sangat panjang (inability to comprehend vast time scales) karena kita sendiri mempunyai kemungkinan sangat kecil untuk mengalami dan mengamati sendiri.  Satu-satunya cara memahami evolusi adalah dalam cara yang abstrak, yaitu dengan menyadari bahwa apabila perubahan-perubahan kecil dapat terjadi, maka secara logis dan konsisten bahwa perubahan kecil akan terus bertambah dalam jutaan tahun menghasilkan perubahan besar. Bukti-bukti fosil dan DNA yang ditemukan menujukan perubahan-perubahan tersebut dalam perjalanan waktu. Namun penalaran ini tidak intuitif, tidak alamiah. Bagaimana abstraknya memahami waktu yang luas bisa diilustrasikan lewat video time elapsed perjalanan dari San Francisco ke Paris sepanjang 8900 km yang dipadatkan cuma dalam 2 menit rekaman waktu cepat.  Perubahan kecil yang berakumulasi menjadi perubahan struktural besar bisa diilustrasikan lewat video  Dari Sel Sederhana Menjadi Bayi.

Selain itu, kita cenderung berpendapat perubahan kecil karena mutasi arahnya negative, padahal netral dan lambat sekali (Estimate of the Mutation Rate per Nucleotide in Humans).

3.Hati-nurani, Jiwa dan Perasaan (Conscience, Minds, and Emotion) Bukan Kerja Dari Otak. Dalam kehidupan sehari-hari kita menganggap bahwa hati-nurani, jiwa dan perasaan beda dan terpisah dari otak kita, dan itulah yang membedakan kita dari makluk lain. Karena itu kita lalu mengambil kesimpulan bahwa manusia tidak saling terkait dengan makluk hidup lainnya. Secara intutif kita rasakan bahwa mengerjakan tugas mental semacam menyelesaikan persoalan matematika adalah tanggung jawab otak. Tetapi mengasihani teman adalah bagian dari perasaan. Menghindari penyogokan dan menyesali keputusan yang keliru adalah panggilan hati-nurani. Merenungi tentang masa depan adalah kerjaan jiwa kita. Ternyata, semua itu merupakan kerja dari otak kita yang tidak terpisahkan. Kenyataan ini sangat tidak intuitif. Penemuan dalam modern neuroscience menyatakan bahwa hati-nurani, jiwa dan perasaan adalah hasil kerja otak. Ini semua adalah hasil dari interaksi antara milyardan neurons dalam otak, dan interaksi otak dengan bagian sistem syaraf, bagian tubuh lainnya, and lingkungan kita. Ini adalah proses bagaimana otak menciptakan atau memungkinkan jiwa (minds) untuk memahami (understanding) dunia; perasaan (emotion) untuk menyikapi (judging) dunia; dan hati-nurani (conscience) untuk mengawal (guarding) supaya tindakan kita benar atau salah.

Hati-nurani, jiwa dan perasaan memang bukan materi, tetapi suatu tindakan. Ini yang membuat hati-nurani, jiwa dan perasaan sulit diindera, diamati dan dipegang. Tidak seperti otak, yang adalah materi, yang membuat otak lebih mudah untuk ditunjuk dan diraih. Otak adalah pembangkit berbagai tindakan yang kita kelompokan sebagai hati-nurani, jiwa dan perasaan. Baru-baru ini ilmuwan di Universitas Oxford menemukan lokasi hati nurani di otak manusia Researchers Find Human Conscience: Part of Brain Differentiating Right and Wrong.  Memang perkembangan otak manusialah yang menghasilkan hati-nurani, jiwa dan perasaan yang berbeda dengan makluk hidup lainya. Namun, otak sendiri merupakan perkembangan otak dari jenis-jenis makluk sebelum berevolusi menjadi manusia.

4.Karena Semua ada Maksud dan Tujuannya (They exist to serve some goal).Otak kita berkembang untuk berpikir tentang apa yang kita sedang pikirkan, dan kita, manusia, mempunyai maksud dan tujuan. Karena itu kita mempunyai kecenderungan untuk memperlakukan semua benda seoalah-olah mereka mempunyai jiwa dan maksud, dari “wajah atau bentuk  di awan” sampai “mengomeli komputer bila tidak menjalankan fungsinya”  Kita cenderung untuk memberi karakteristik manusia (anthropomorphizing) ke segala sesuatu yang kita jumpai. Ini membuat kita menentang evolusi  yang mempunyai proses acak (random), yang seolah tanpa maksud dan perencanaan, dan tidak lewat intelligent design seperti layaknya yang kita pikirkan dalam membuat perangkat elektronik atau mekanik, atau perabot rumah tangga.

5.Menerima Evolusi Sama Seperti Cara Mempercayai Agama (Acceptance of evolution is the same as religious faith).Seringnya, walaupun setelah melalui proses pembelajaran dan bukti-bukti ilmiah, kita tetap menolak evolusi. Ini karena kita cenderung memperluas sendiri pengertian evolusi menjadi paham tentang asal-usul kehidupan. Alasan bahwa kehidupan berasal dari benda mati (spontaneous generation) adalah paham asal usul kehidupan teori evolusi yang sering dipakai oleh otoritas agama untuk mengkritik evolusi itu sendiri. Alasan yang sangat sering dipakai ini adalah tidak benar.  Kemungkinan besar otoritas agama tidak mengerti bahwa evolusi hanyalah membahas tentang asal usul perbedaaan jenis makluk hidup dengan titik awal bahwa sudah ada kehidupan awal. Evolusi tidak membahas asal usul kehidupan (lihat Teori Evolusi: Keyakinan dan Pengetahuan ). Pendapat otoritas agama sangat kuat pengaruhnya dalam kita mengambil keputusan, dan alasan yang tidak benar tersebut membuat evolusi kelihatan tidak bisa diterima akal sehat.

Evolusi bukan keyakinan, seperti agama, tetapi ilmu pengetahuan. Namun, mereka menduga bahwa seseorang menerima kebenaran evolusi hanyalah berdasarkan kesaksian para ilmuwan, “kepercayaan buta” belaka, bukan berdasarkan bukti dan percobaan ilmiah.  Ini tercermin dari pertanyaan-pertanyaan yang sering dilontarkan oleh otoritas agama, seperti “apakah kamu pengikut kuat dalam evolusi?” atau “sejak kapan kamu pertama kali mulai percaya dalam evolusi?” Selama kita menggunakan kemampuan penalaran  terkontrol, penuh usaha, dan reflektif, maka kepercayaan agama dan ilmu pengetahuan evolusi bisa berjalan seiring (lihat  Genesis - Penciptaan atau Process Evolusi )

Lima penalaran alamiah yang muncul secara otomatis, intuitif dan seringnya tanpa disadari (unconscious) ini tidak akan bisa membawa kita untuk bisa memahami kebenaran evolusi. Justru, yang kita butuhkan adalah penalaran tidak alamiah yang terkontrol, penuh usaha, dan reflektif untuk bisa memahami dan mempercayai kebenaran keilmuan, termasuk teori evolusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun