Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menikmati proses

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komik sebagai Media Literasi "Kids Zaman Now"

30 November 2017   19:47 Diperbarui: 30 November 2017   19:51 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Teten Handani

Kids zaman now, istilah ini sudah sangat viral di Indonesia. Sampai seorang penyanyi ber-genre Hiphop membuat lagu yang berjudul "Kids Zaman Now". Saat ini sudah memasuki zaman milenial yang kalau tidak mengikuti perkembangan iptek disebut orang yang kuno. Padahal itu bukanlah menjadi hal yang dipersoalkan, setiap orang memiliki prinsip kehidupannya masing-masing. Smartphone seakan menjadi dewa bagi kaum milenial zaman now. Sehari saja tidak bisa kalau tidak bermain smartphone.

Pendidikan literasi pada anak-anak zaman now sudah hal nya menjadi suatu yang penting. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan anak usia dini memang memerlukan teknik-teknik tersendiri dalam praktinya, bahkan --dapat dikatakan bahwa- pendidikan anak usia dini merupakan suatu pendidikan yang cukup vital yang akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya anak kelak. Dari mana mereka mengetahui hal yang terjadi pada lingkungan kalau bukan dari membaca dan mendengarkan. Maka saat ini, jangan heran banyak anak-anak dibawah 13 tahun sudah memiliki smartphone.

Saya pernah bertemu dengan seorang anak yang membawa smartphone saat memulai pengajian malam. Dan saat ditanyai, anak polos itu menjawab "iya teh disuruh guru buat searching tugas". Bukankah anak dengan pendidikan dasar belum pada tahap itu atau mungkin saya yang belum tahu? Bagus kalau memang yang terjadi seperti apa yang mereka katakan, pendidikan di lain sisi sudah mampu mengimbangi teknologi masa kini.

Namun pernahkah kita berfikir di sisi lainnya? Kreatifitas anak-anak masih sangat murni, mereka mampu memainkan satu alat permainan dengan berbagai jenis permainan. Sebagai contoh, kumpulan kartu permainan bisa mereka mainkan sebagaimana hal nya kartu biasa, mereka bisa membuat rumah-rumahan dari kartu, kartu bisa sebagai uang-uangan dan masih banyak lagi. Tapi bagaimana jika permainan itu bukan kartu tapi smartphone ? mereka mampu mengetahui apa yang orang dewasa belum ketahui, mampu mendapatkan informasi yang bebas dan tidak terbatas. Namun sayangnya, kemampuan memfilter belum mereka miliki.

Disinilah peran penting kedua orang tua untuk memantau apa yang anak kita lakukan. Tapi bagaimana jika sudah terlanjur? Berikan mereka masukan dan alihkan hobi mereka dengan yang lebih nyata dan lebih baik, misalnya membaca buku. Jenis buku apa saja, misalnya majalah, buku cerita, komik bergambar dan buku mewarnai. Nah, bagaimana komik mulai berkembang di kalangan anak-anak dan remaja?

"Komik ceritanya menegangkan dan lucu, semua menyukainya. Saya senang membacanya"

(Pernyataan seorang anak pelajar putri sekolah menengah)

Saat ini para pembaca buku komik, baik itu anak-anak maupun remaja hampir semua menjumpai teks gambar yang disebut dengan "onomatopis"  yaitu teks yang bacaannya kira-kira meniru bunyi yang tercantum pada gambarnya. Misalnya saja bunyi pedang yang saling beradu bisa ditulis dengan "prang"  atau suara tembakan yang meletus ke udara "dor-dor". Bunyi "prang-dor" akan sering ditemui oleh para pembaca komik. Apakah itu membaca Micky Mouse, Superman, Batman, Detektif Conan dan komik-komik lainnya. Dan umumnya membaca komik semacam itu sekarang dianggap "bergaya". Kenyataannya ialah bahwa komik "ditelan" secara masal oleh anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.

Dalam ilmu pengetahuan literatur, terutama "aliran-aliran" sosiologis-historislah yang menonjolkan arti proses terjadinya teks, penerimaan serta pengaruhnya, dengan mengaitkan pengetahuan tentang teori komunikasi (pengarang-teks-pembaca). Pada komik jenis-jenis tertentu itu berarti bahwa komik hanya dapat dianalisis dengan baik bila antara lain juga dimasukkan komponen sejarahnya.

Di Indonesia ada yang berinisiatif mengambil tema mengenai cerita wayang Mahabarata dan Ramayana untuk diolah menjadi komik. Di samping itu tema tentang sejarah dan petualangan adalah tema yang banyak di garap menjadi buku komik. Namun dalam hal cerita fiksi masih banyak pula terlihat pengaruh komik Amerika.

Jadi untuk para orang tua yang memiliki kesulitan mengajarkan literasi pada buah hatinya. Bisa diawali dengan tulisan bergambar agar memunculkan minat membacanya. Dengan berjalannya waktu, anak akan mudah dan terbiasa dengan membaca buku sebagai hobi. Bahkan mungkin akan bertahap dari membaca hingga menulis sebuah buku. Berbeda dengan menulis, jika seorang anak sudah memiliki habitmembaca, ia akan memiliki lebih banyak pembendaharaan kata dan saat menulis ia tidak bingung dengan apa yang akan ia tulis.

Foto oleh Teten Handani
Foto oleh Teten Handani

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun