Mohon tunggu...
Patrix W
Patrix W Mohon Tunggu... Penulis - just an ordinary man

If God is for us who can be against us? (Rome 8:31)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengenang Pembodohan di Hari Pendidikan

2 Mei 2015   16:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430560526677861456

3. Pembodohan Ekonomi

Aktor utama pembodohan ekonomi tidak lain adalah para pejabat negeri ini. Keberhasilan ekonomi hanya dilihat dari sebagian sisi, dan dijadikan patokan seolah bangsa ini makin sejahtera. Misalnya, negara dianggap makin sejahtera apabila pendapatan perkapita rakyat Indonesia makin tinggi. Padahal pendapat perkapita bisa saja makin tinggi karena semakin banyak orang kaya, yang hasil kekayaannya diperoleh dari korupsi. Sementara bisa saja, orang miskin tetap tidak lebih baik dan tidak berubah nasibnya. Rakyat juga mudah sekali terpesona dengan janji kenaikan gaji misalnya lalu menyanjung-nyanjung pemimpinnya sebagai pemimpin yang berhasil dan peduli. Padahal bisa saja prosentase inflasi malah lebih tinggi dari prosentase kenaikan gajinya. Alih-alih kenaikan gaji, malah mereka sedang mengalami 'penurunan gaji'. Itulah hasil pembodohan.

Pembodohan yang cukup marak saat ini yaitu liberalisasi harga BBM. BBM tidak lagi disubsidi, dan biaya subsidi dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan program-program ekonomi kerakyatan. Atau, agar subsidi bisa dinikmati oleh rakyat miskin yang lebih berhak, begitu kira-kira alasan pemerintah mencabut subsidi BBM. Rakyat lalu bersujud syukur ketika menerima dana 400 ribu perbulan, seolah-olah program pro rakyat pemerintah telah betul-betul dilaksanakan. Padahal, apalah artinya 400 ribu tersebut dengan efek domino naik turunnya harga BBM. Apalagi program penguatan ekonomi, seperti ekonomi kreatif, dan pembangunan infrastruktur sebagaimana yang dijanjikan belum terlihat tanda-tandanya juga sampai hari ini. Yang terlihat hanyalah gaduh politik dan gaduh hukum yang seperti tidak habis-habisnya.

4. Pembodohan Hukum

Gaduh hukum yang saya singgung sebelumnya adalah hasil dari pembodohan hukum oleh aparat-aparat hukum negeri ini. Pembodohan hukum nampak jelas  dalam pelbagai upaya kriminalisasi orang-orang yang serius dan berani mengungkapkan kebenaran. Terhadap komisioner dan anggota KPK misalnya. Masih belum luntur dalam ingatan kolektif kita, bagaimana upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK terdahulu, sekarang marak lagi kriminalisasi terhadap anggota KPK, Novel Baswedan. Hukum seolah dijadikan alat pemuas nafsu balas dendam dari oknum-oknum tertentu. Ketika didesak, alasan klise selalu ditampilkan: laporan masyarakat harus ditindaklanjuti dan hukum harus ditegakkan terhadap siapapun juga. Padahal semua orang tahu, kalau penegakkan hukum tersebut oleh aparat kita bersifat tebang pilih, sesuai kepentingannya. Kalau aparat penegak hukum terus konsisten memainkan skenario penegakan hukum ini, maka suatu saat rakyat Indonesia pun akan menganggap kriminalisasi sebagai kewajaran dan tidak akan menentangnya lagi. Lihat saja, presiden dan wakil presiden sendiri tidak bertindak tegas dan jelas, bukti bahwa mereka sudah menganggapnya sebagai kewajaran. Inilah pembodohan hukum yang sedang terjadi di negeri kita.

5. Pembodohan Revolusi Mental

Kategori pembodohan yang agak nyeleneh dari kategori-kategori sebelumnya...:) Namun, saya rasa penting dan merupakan luapan bentuk kekecewaan saya yang mendalam terhadap pemimpin negeri. Ya saya kecewa, karena ternyata revolusi mental yang saya pahami ternyata tidak seperti yang dijanjikan. Ternyata revolusi tidak semata-mata bertujuan atau mengarah kepada kebaikan, atau mengubah secara radikal apa yang tidak baik menjadi baik. Tetapi revolusi juga bisa berarti mengubah secara radikal, pembalikan total dari yang sebelumnya baik menjadi tidak baik. Demikianpun dengan revolusi mental ini. Saya terlanjur dibodohi karena kesalahan saya sendiri yang hanya melihat kemungkinan pertama saja. Saya salah menganggap bahwa revolusi mental yang dimaksud bertujuan memperbaharui mental bangsa dan rakyat Indonesia ke arah yang lebih baik, yang ternyata tidak selamanya demikian. Penjelasan dan contoh, bisa dilihat dalam pembahasan saya di tulisan ini.

Ah, sudah dululah membahas pembodohan-pembodohan di negeri ini. Semakin banyak mengulas pembodohan, hanya semakin menambah daftar sakit hati saja.

Semoga Hari Pendidikan Nasional menyadarkan kita akan pembodohan-pembodohan di negeri. Sesungguhnya, kesadaran akan pembodohan dan kebodohan merupakan langkah pertama untuk keluar dari kebodohan itu sendiri. Happy Saturday night.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun