Mohon tunggu...
Patrix W
Patrix W Mohon Tunggu... Penulis - just an ordinary man

If God is for us who can be against us? (Rome 8:31)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menanti Kerja Pemimpin Baru KPK

20 Februari 2015   03:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:52 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya setelah cukup lama menunggu, Presiden Joko Widodo pun mengambil sikap. Selain mengusulkan pencalonan baru Kapolri definitif, Presiden juga menetapkan 3 pimpinan (sementara) KPK yang baru, menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto yang telah resmi berstatus tersangka. Suhu panas politik diyakini akan segera mereda. Banyak pihak yang mengapresiasi keputusan Presiden tersebut. Presiden terkesan (masih) berpihak pada kehendak mayoritas rakyat Indonesia, daripada sekedar tunduk pada tekanan pimpinan parpol dan anggota dewan yang terhormat. Pada titik ini saya pun setuju-setuju saja dengan kesan umum tersebut. Apakah persoalan telah selesai? Jelas belum.

Salah satu persoalan utama yang nampaknya belum tuntas dan masih butuh perhatian dan pengawasan dari seluruh rakyat Indonesia adalah tentang kinerja KPK. Kita semua boleh beranggapan bahwa dengan ditetapkan Badrorin Haiti sebagai calon tunggal Kapolri, ke depan hubungan KPK Polri akan kembali harmonis. Apalagi KPK sudah mempunyai pimpinan baru pula, sehingga agenda pemberantasan korupsi bisa tetap jalan. Meski denikian, titik perhatian rakyat Indonesia semestinya bukan pada soal KPK berhasil diselamatkan atau tidak, tetapi pada bagaimana kinerjanya ke depan. Tujuan para koruptor bukan pada lenyapnya KPK, melainkan melemahkannya. Saya sendiri meyakini bahwa KPK ke depan tidak akan sama seperti yang dulu lagi, siapa pun pemimpinnya.

Kinerja KPK yang saya maksud bukan pada sekedar berhasil tidaknya menjerat koruptor, tetapi lebih pada keberanian KPK menjerat para koruptor besar, terutama dari lingkungan Polri. Berhadapan dengan Polri, saya tidak meyakini pimpinan KPK, siapapun itu, masih akan punya nyali. Ibarat ayam jago, KPK sudah kehilangan tajinya. Atau, KPK sudah bagaikan lelaki perkasa yang dioperasi transgender menjadi perempuan lemah gemulai. Ia masih hidup dan berdiri memang, tetapi not as it used to be.

Padatulisan sebelumnya saya sudah menyinggung hal tersebut. Alasan impotensi KPK, apalagi kalau bukan kriminalisasi. Dan tentang kriminalisasi ini, Polri memang jagoannya. Tidak seperti KPK yang hanya berurusan dengan menyelamatkan uang negara, Polri dapat masuk pada hampir seluruh ranah kehidupan rakyat dan mempersoalkan sebagai tindakan pelanggaran hukum. Apalagi sampai saat ini saya belum mendengar ada manusia yang mengklaim diri sebagai malaikat sehingga terbebas dari salah dan dosa. Jadi siapapun kita, bisa kok dijadikan calon penghuni hotel pordeo.

Bukan bermaksud mendiskreditkan, tetapi itulah kenyataan yang kita lihat dan harus hadapi. Bukan hal baru, tebang pilih kasus sudah menjadi bagian dari rutinitas. Semuanya dinilai menurut kepentingan. Ada banyak contoh di mana kasus yang berkelas ikan kakap yang dengan mudah menguap, dengan alasan kekurangan alat bukti. Tetapi tidak sedikit  kasus kelas ikan teri yang terjadi long time ago (not in Betlehem) yang diusut mati-matian. Seolah kalau kasus ikan teri tersebut tidak dibawa ke meja korpsnya hakim Sarpin, maka negara kita tercinta akan stop to exist. Bukan berarti saya tidak setuju ya dengan moto kesayangan Presiden ILC Karny Ilyas: Fiat iustitia pereat mundus, tetapi ya konsistenlah dan jujur dengan diri sendiri kalau memang betul mau menegakkan hukum. Bukan dengan kriminalisasi.

Saya tidak tahu entahkah siapapun yang menjabat pimpinan KPK ke depan tidak akan belajar pada kasus-kasus yang terjadi antara KPK versus Polri, atau istilah kerennya kasus cicak buaya. Syukurlah kalau masih ada pimpinan setengah dewa setengah sableng yang tidak peduli dengan sejarah. Maksudnya sejarah perlawanan Polri terhadap KPK. Sebab kalau masih ada orang seperti itu, maka kekhawatiran saya tentang kinerja KPK ke depan tidak akan terjadi. Sebalinkya, kalau pimpinan KPK masih menganggap dirinya manusia normal, yang juga punya rasa takut terhadap keselamatan diri dan keluarganya, maka kasus-kasus terdahulu akan meninggalkan luka batin institusi, yang cukup lama dan sulit disembuhkan.

Sebagian pengamat politik dan anggota dewan coba menarik garis batas antara oknum dan institusi. Setuju bahwa oknum dan institusi adalah dua entitas berbeda, namun tentu saja tidak bisa diyakini bahwa keduanya tidak berkaitan bukan? Baik tidaknya kinerja sebuah institusi amat bergantung pada situasi batin, atau nyaman tidaknya oknum-oknum yang bekerja di dalamnya. Apalah sebuah institusi tanpa oknum di dalamnya. Dan tentunya pengalaman oknum-oknum dapat tumbuh menjadi pengalaman komunal institusi tersebut. Makanya, seperti yang saya katakan sebelumnya, kasus perorangan dapat meninggalkan luka batin bagi institusi. Jadi, siapapun pimpinan yang baru nantinya, terkecuali malaikat, akan turut merasakan luka batin institusi tersebut. Pembedaan antara KPK sebagai institusi dan oknum pimpinannya sebagai pribadi, yang sering dinyatakan berulang-ulang di media, hendaknya tidak dimaksud sebagai bagian dari grand skenario untuk melemahkan KPK. Namun, terus terang, saya sangat meragukannya.

Semoga saja prediksi saya tentang kerja KPK ke depan salah. Sekedar beropini, berdebat, dan berdiskusi tidak akan membuktikan apa-apa tentang kinerja KPK ke depan. Tetapi paling tidak hal tersebut dapat menjadi awasan terhadap potensi bawah sadar yang justru jauh lebih banyak mengendalikan pikiran dan tindakan kita. Artinya, kita ingin KPK tidak hanyut dan terbuai dengan kecemasan dan ketakutan atas peristiwa masa silam yang sudah merasuki bawah sadarnya, tetapi berusaha keluar dari stigma tersebut dan tetap berdiri di atas koridor hukum yang berlaku di NKRI. Hukum menjadi panglimanya, demikian kata Bang Ruhut. Rakyat menanti dan mengawal pengabdian dan kinerja pimpinan KPK baru. Selamat bertugas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun