Pembangunan adalah proses yang melibatkan upaya dan kegiatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Pembangunan bertujuan untuk mencapai kemajuan dan perubahan positif dalam masyarakat, termasuk peningkatan pendapatan, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, pengurangan kemiskinan, kesetaraan gender, dan perlindungan lingkungan (Soares & dkk, 2015) . Sementara itu, pembangunan daerah sendiri maknanya adalah perubahan menuju kemajuan lebih baik yang terjadi dalam suatu daerah. Berdasarkan undang-undang yang berlaku, Indonesia menganut sistem desentralisasi. Sistem ini menyebabkan tiap pemerintah lokal memiliki hak otonomi untuk mengatur urusan daerahnya masing-masing. Meskipun begitu, pemerintah daerah tetap saja terintegrasi dengan pemerintahan pusat dalam beberapa urusan, misalnya pendidikan.Â
Adanya kewenangan otonomi daerah, membuat pemerintah lokal berlomba-lomba untuk meningkatkan pelayanan publik di daerahnya masing-masing. Bagaimanapun juga, aspek pelayanan publik ini menjadi tolak ukur hubungan antara pemerintah sebagai penyedia barang/jasa publik dan masyarakat sebagai pelanggannya. Kepuasan mereka sangat bergantung pada bagaimana pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Selain hal tersebut, pemerintah pusat juga mengapresiasi pemerintahan daerah yang berhasil memberikan pelayanan publik terbaik dalam agenda tahunan seperti musrenbangnas. Oleh sebab itu, pemerintah daerah tergugah semangatnya untuk kemudian mewujudkan pelayanan publik yang baik dan memuaskan. Â
Disamping hal baik yang turut serta dalam implementasi desentralisasi, ada pula  dampak yang berbanding terbalik dengan hal-hal di atas. Salah satunya yakni perihal korupsi birokrasi (Hanafi, 2020). Ketika kekuasaan dan sumber daya didelegasikan kepada pemerintah daerah, terdapat peluang korupsi yang lebih besar karena adanya otonomi yang lebih luas dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan lokal. Desentralisasi seringkali tidak diikuti dengan penguatan sistem pengawasan yang memadai di tingkat daerah. Ketidakmampuan atau kekurangan pengawasan yang efektif dapat memberikan kesempatan bagi praktik korupsi, seperti penyelewengan dana, nepotisme, atau suap. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, tentu saja dana yang semula dianggarkan untuk mengoptimalkan pelayanan publik terkuras hanya demi urusan pribadi seorang oknum birokrat. Dapat kita lihat dari kacamata mahasiswa, bagaimana sarana prasarana umum masih banyak yang belum memadai, khususnya di lingkungan desa dan daerah tertinggal. Kemudian juga bagaimana daya tanggap para pejabat publik dalam menyikapi permasalahan-permasalahan birokrasi di negara kita. Tentunya kita tidak dapat menampik fakta akan tingginya angka birokrat yang masuk jeruji besi sebab terjerat kasus korupsi. Melalui pernyataan di atas, dapat disimpulkan, bahwa birokrasi yang masih kotor juga merupakan kegagalan atas praktik desentralisasi itu sendiri.Â
Birokrasi kotor ini juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik. Ketika masyarakat melihat praktik korupsi di birokrasi, mereka kehilangan keyakinan bahwa pemerintah akan bertindak dengan integritas dan memberikan pelayanan yang adil. Ini mengurangi partisipasi aktif masyarakat dalam pelayanan publik dan menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai contoh nyata, kita dapat melihat bagaimana akhir-akhir ini Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak mengalami penurunan drastis pada angka kepercayaan publik akibat beberapa oknum yang terjerat kasus korupsi (Bella, Burhannuddin, & Muhammad, 2023). Hal ini kemudian membuat resah Menteri Keuangan Republik Indonesia, sebab indikator kepercayaan publik juga memegang peranan penting dalam terselenggaranya pelayanan publik yang optimal.Â
Untuk mengatasi birokrasi yang kotor ini, perlu adanya upaya yang komprehensif. Dibutuhkan penguatan sistem pengawasan dan akuntabilitas di tingkat daerah, peningkatan kapasitas institusi, dan pemantapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Selain itu, penting juga untuk membangun kesadaran akan resiko korupsi serta menggalang partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dengan demikian, desentralisasi dapat diimplementasikan secara lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas.Â
Mahasiswa dapat berperan aktif sebagai pengawas dan advokat untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik. Mereka dapat memantau pelaksanaan program pembangunan, mengawasi penggunaan dana publik, dan melaporkan praktik korupsi kepada pihak berwenang. Keberanian pada jati diri merupakan hal yang penting bagi mahasiswa dalam peran mereka dalam mewujudkan pembangunan yang berintegritas. Dalam memperjuangkan pembangunan berintegritas, mahasiswa sering kali harus berhadapan dengan ketidakadilan, korupsi, atau sistem yang tidak adil. Keberanian pada jati diri memungkinkan mereka untuk melawan ketidakadilan tersebut dengan teguh dan tanpa takut terhadap kemungkinan konsekuensi atau tekanan dari pihak yang berkepentingan.Â
Tak harus turun di jalan, mahasiswa dapat melakukan upaya lain untuk mendorong pemerintah mewujudkan pembangunan yang berintegritas. Mahasiswa dapat mengorganisir kampanye pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya integritas dalam pembangunan. Mereka dapat mengadakan seminar, lokakarya, atau diskusi publik untuk membahas isu-isu korupsi dan integritas serta memberikan informasi yang akurat dan mendalam kepada masyarakat. Mahasiswa juga dapat melakukan penelitian atau studi mengenai isu-isu korupsi dan integritas dalam konteks pembangunan Dan memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat meningkatkan integritas dalam pelayanan publik.Â
Pembangunan daerah yang berintegritas memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas dan berkelanjutan. Oleh karenanya, praktik birokrasi kotor haruslah dihapuskan, korupsi dan nepotisme ditiadakan. Untuk mewujudkannya, perlu adanya komitmen dan upaya bersama dari semua pihak untuk mewujudkan pembangunan daerah yang berintegritas guna meningkatkan pelayanan publik yang bermartabat dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Referensi :
Bella, Burhannuddin, & Muhammad. (2023). AKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT UNTUK MEMBAYAR PAJAK OLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADIYANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (STUDI KASUS DI KPP PRATAMA LUBUK LINGGAU). Undergraduate thesis.
Hanafi, A. S. (2020). PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS PADA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Jurnal Informasi dan Komunikasi Administrasi Perkantoran 4(1).