Mohon tunggu...
sevianadi
sevianadi Mohon Tunggu... Jurnalis lepas -

writer, journalist and a wonderlust..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tolikara, Proxy War dan Minyak

23 Juli 2015   10:39 Diperbarui: 23 Juli 2015   10:39 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="savepapua"][/caption]Insiden Tolikara, GIDI dan Radikalisme Islam ? Hal yang cukup 'panas' untuk di perbincangkan saat ini. Berpendapat dengan cerdas tanpa apriori dan menyudutkan suatu pihak tertentu adalah syarat utama sebagai educated citizen yang mana hal tersebut cukup jarang ditemukan dalam tatanan masyarakat Indonesia ini. Men-judge sesuatu lah yang sering muncul di media-media masyarakat manakala suatu permasalahan menimpa pemerintahan tercinta kita ini. Tapi tidak mengapa, berbicara dan menyampaikan pendapat dalah suatu hak sipil politik yang dimiliki setiap orang dalam negera demokrasi ini. 

Berbicara mengenai Insiden Tolikara dan pluralisme agama, masyarakat Indonesia sudah paham betul apa yang harus di lakukan. Siapa yang tidak mengetahui bahwa Tolikara berada di Pulau Papua di Indonesia tercinta ini ? Siapa yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah negara yang multietnis dan multiagama ? dan Siapa yang tidak mengetahui bahwa Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah, salah satu emas, berlian bahkan minyak bumi ?.  Jika berbicara minyak, pasti akan selalu ada hubungannya dengan kebutuhan yang besar akan 'benda' tersebut di masa mendatang.

Banyak yang menganalisa bahwa adanya tendensi keterlibatan asing dalam konflik ini ? Siapa itu, Amerika kah? Russia? Cina? Siapapun itu, anda pasti bisa berasumsi dengan dasar-dasar analisa anda sendiri bukan ? Berkaca pada sejarah, kita pernah kehilangan salah satu provinsi di Republik Indonesia ini dengan skema yang sama yang pernah terjadi sebelumnya. For your information, skema yang diciptakan asing di Papua adalah dengan menciptakan konflik komunal antar kelompok atau konflik horizontal. Diawali dengan lemparan issue, lalu membaca animo atau riak-riak publik. Pasca issue beredar, pihak-pihak tertentu akan memulai Konflik Komunal bermotif SARA dengan membesar-besarkan stigma Intoleransi Beragama kepada publik bahkan dunia, dimana issue perbedaan agama adalah isu hipersensitif untuk dimanifestasikan ke dalam ruang riil kehidupan. Langah selanjutnya dalam skema asing ini adalah dengan meng-internasionalisasi issue tersebut sehingga adanya kemungkinan interferensi asing untuk terjadi. Dengan pasukan berlambangkan UN dengan misi perdamaian dunia dan berbaret biru muda dengan gagahnya masuk ke tanah Papua. Apa tujuannnya ? Referendum tentunya ! Asing ingin mencoba menguasai tanah Papua melalui jalur diplomasi dan softpower. masih ingat slogan divide et impera zaman kolonialisme ? Inilah metode dan bukti konkritnya.

Skema ini relatif berhasil pada Timor-timor atau Tim-Tim. Timor-Timor yang dahulu diperkirakan banyak SDA minyaknya. Provinsi ini telah berhasil direnggut asing dengan issue HAM yang disebarkan oleh asing. Dan di-internasionalisasikan sehingga mencapai Referendum Kemerdekaan Timur-Timur tahun 1999. Skema yang sama persis dengan yang terjadi di Tolikara, Papua sekarang ini, hanya issue yang dilempar berberbeda dengan di Timur-Timur, yaitu issue intoleransi beragama dengan momentum Idul Fitri 1436 H. Tujuannya tidak lain tidak bukan, pemisahan dan penguasaan Papua oleh Asing dan agar timbul stigma-stigma buruk atas nama Indonesia dimata internasional. Despite of all of this, Its all about oil and gold 

 "If you would understand world geopolitic today, follow the oil" (Deep Stoat). Siapa yang tidak tergoda minyak dan SDA lain di Papua?. Penyataan menyinyir berbau geopolitik inilah yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara Insiden Tolikara dan keadaan perekonomian dunia. Geopolitik telah berubah entitasnya menjadi Geoekonomi yang terus berkembang cepat dinamikanya dalam bentuk perwujudan kebutuhan vital negara-negara adidaya.  

Jadi, Insiden Tolikara ini merupakan asymetric warfare dan proxy war dari asing ?  Anda dapat jawab sendiri. Akan tetapi fakta berbicara. Ya, Indonesia sekarang menjadi medan perang proxy war ekonomi dan politik dunia oleh asing. Banyak fakta yang mendukung pendapat tersebut, salah satunya lepasnya Timur-Timur ini. Anda dapat menyimpulkan sendiri bukan?

Ayo kita cerdaskan diri, cerdaskan bangsa. 

Jaya Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun