Demokrasi adalah salah satu kendaraan komunal untuk mencapai kesejahteraan dengan mekanisme dan sistem yang supportive terhadap keinginan bersama. Demokrasi, ham dan supremasi hukum, adalah impor mematikan dari barat terhadap bangsa-bangsa timur. Bagaimana tidak ? Sebuah negara luluh lantah karena gagasan demokrasi ada dalam salah satu kepala warga negaranya. Kita dapat tarik sebuah thesa bahwa demokrasi mempunyai dua mata pisau yang sama-sama mempunyai peran yang besar, antara peran konstruktif positif atau kontraproduktif negatif. Setelah Samuel Huntington menulis buku, The Third Wave , demokrasi telah berubah bentuknya menjadi hal-hal yang lebih fundamental bagi setiap aspek lini kehidupan. Demokrasi menjadi vital dan krusial bagi sebuah negara untuk 'berlari'.
The Third Wave atau yang intinya Gelombang Demokratisasi Ketiga, adalah basic fundamental bagaimana sebuah mekanisme kebebasan bekerja di tatanan negara maupun regional. Siapa yang tidak tahu mengenai Arab Spring di Jazirah Timur Tengah, siapa yang menyangka itu adalah dampak dari 'ide kebebasan' yang diinjeksikan ke pemahaman beberapa orang saja ? Dan for real, 'ide' tersebut dapat mengubah tatanan suatu negara yang sebelumnya sudah di tersusun dengan baik oleh sejarah bangsa tersebut.
Kembali lagi ke demokrasi sebagai isu sentral. Isu mengenai demokrasi menjadi relevan untuk dibicarakan karean setidaknya suitable dengan dua alasan pokok. Pertama, pergeseran kekuasaan yang mendorong pentingnya melakukan definisi ulang atas peran negara. Jika entitas negara menjadi "ruang politik" demokrasi, maka perubahan politik terkoreksi negatif sebagai dampak dari globalisasi yang mana hal tersebut kontradiktif terhadap tujuan utama bangsa. Kedua, menguatnya tatanan neo-liberal yang menciptakan kemiskinan, kesenjangan sosial dalam skala major. Jika kondisi sosio-ekonomi adalah variabel penting untuk diperhatikan dalam demokrasi, maka bukannya sudah kewajiban kita untuk mengevaluasi kontribusi neo-liberal tersebut?
Dalam konteks ini, diperoleh sebuah antithesa yang mana globaliasasi telah mendorong bahkan cendrung membuat sebuah krisis demokrasi terjadi. Pada satu sisi, globalisasi yang disupport oleh perkembangan komunikasi yang begitu cepat telah memberikan sedikit peluang bagi implementasi demokrasi yang lebih massif lagi, disisi lain, hal tersebut berkurang nilai karena aspek bisnis dari kapitalisme yang berkembang. Hal ini adalah sebuah 'pembajakan' bagi demokrasi yang sedang berkembang ini. Memang tidak bisa dipungkiri, kecendrungan globalisasi neoliberal adalah menguatnya kekuasaan baik ekonomi-politik pada beberapa orang tertentu. Sebagai sinthesa, realita yang diciptakan ini membahayakan demokrasi dengan ketimpangan (discrepancy) yang diciptakannya. Multinational Coorporation(MNC) yang bekerja secara transnasional sekarang dimanifestasikan sebagai kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Perusahaan-perusahaan inilah yang berperan sebagai 'pembajak' demokrasi yang kini telah berlangsung.Â
Untuk diketahui, menguatnya perusahan-perusahaan Multinasional dan Transnasional ini tidak hanya dipemerintahan, tetapi juga dilembaga-lembaga multilateral yang, seperti IMF dan WTO. For your information only.
Jaya MerdekaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H