Mohon tunggu...
SeverinoLH
SeverinoLH Mohon Tunggu... Freelancer - Active Talker

Digital Media Strategy

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toxic Relationship: Teman Tahu Diri Dong!

22 November 2020   22:57 Diperbarui: 22 November 2020   23:47 4093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.unsplash.com/Dave Moreno

Toxic relationship dalam hubungan lingkungan keluarga dan asmara sudah saya bahas. Selanjutnya akan saya bahas toxic relationship dalam hubungan pertemanan.

Mengamati hubungan pertemanan yang toxic lebih mudah disadari oleh setiap orang yang mengalaminya. Tidak seperti dalam hubungan asmara dan keluarga yang samar sehingga sulit untuk disadari bila suatu hubungan telah berubah menjadi toxic.

Pernahkah ada temanmu yang mengomentari tampilan fisikmu yang arahnya adalah body shaming? Mungkin banyak dari kita pernah mengalami hal tersebut. Mungkin kita juga pernah melakukan body shaming terhadap teman kita sendiri. Pembelaan yang biasa diberikan adalah "karena aku temanmu, biar kamu berubah".

Ya, kata "teman" sering menjadi pembelaan seseorang setelah melakukan hal yang bisa dikatakan 'jahat' terhadap seseorang. Tak hanya soal body shaming, ada juga toxic friendship di mana terjadi pengontrolan terhadap kehidupan personal. Lebih mudah dipahami sebagai intervensi, atau ikut campur berlebih. Karena hubungan pertemanan, seseorang merasa punya hak untuk mengurusi kehidupan personal seseorang, cenderung berlebihan.

Hubungan pertemanan memang membuat seseorang memiliki rasa kepedulian. Namun, kecenderungan menjadi tindakan berlebih, melewati batasan. Kata "teman" tidak menjadikan diri kita memiliki hak untuk mencampuri urusan personal seseorang tanpa ada konfirmasi izin.

Berteman tidak memberi kita hak untuk memaksa seseorang melakukan apa yang kita inginkan. Karena ini adalah sikap otoriter, hubungan struktural atau hirarki pekerjaan. Contoh dari toxic friendship ini adalah memaksa teman untuk pergi melakukan kegiatan yang bertentangan dengan dirinya. Seperti memaksa teman untuk ikut pergi ke klub malam. 

Bila memang menyadari posisinya, maka memberi tawaran adalah batas terluar. Dan lebih baik lagi bila tidak menawari untuk ikut pergi bila sudah tahu keadaan si teman tersebut. Misalnya paham bahwa si dia tidak mampu pergi terlalu larut malam, atau memahami kondisi kesehatan dia yang rentan.

Kemudian, ada pula bentuk toxic friendship yang jarang disadari. Misalnya lingkungan pertemanan kita membuat kita berubah ke arah yang buruk. Mereka memang tidak memaksakan kehendak mereka terhadap diri kita, ataupun juga mencampuri urusan personal kita. Namun, lingkungan tersebut membawa dampak yang buruk. Misalnya lingkungan pertemanan tersebut membuat kita menjadi bermuka dua. Hal ini hanya bisa disadari oleh diri kita sendiri, ditandai dengan ada perasaan yang tidak nyaman dan merasa palsu ketika bergumul di dalam pertemanan tersebut.

Teman yang baik akan memberi masukan dan nasihat. Akan ikut campur bila sangat perlu, atau di si dia tidak mempermasalahkan. Memaksakan kehendak adalah pertanda yang cukup untuk mengatakan hubungan pertemanan tersebut sudah toxic.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun