Kali ini aku berjumpa lagi dengan angka sebelas. Tanggal sebelas, bulan sebelas, jam sebelas siang, lewat sebelas menit. Kenapa nggak tahun dua ribu sebelas aja sekalian, biar jadi nomor cantik gitu?!
Wal, Wel,Â
 Bertemu Madam Rere di pinggir Kali sudah ku selesaikan secara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Buat apa coba, cewek manis bernama Windy alias diriku sendiri nongkrong di sana macam kodok ngorek. Tentu, Madam Rere mengajarkan satu ajaran sesat yaitu bercengkerama dengan para ikan di sungai. Sia-sialah sudah selama ini perawatan kulit di salon. Badanku semua bau hangit terkena pancaran sinar matahari. Madam Rere yang sok keibuan itu pura-pura prihatin waktu aku bentol-bentol digigit nyamuk.Â
"Nindi, kenapa nggak bilang kalau alergi sama nyamuk? Kalau tau begitu Madam bawakan autan tadi!"
Ini sebenarnya yang nggak waras siapa sih?! Nyamuknya atau orang yang ada di depanku sekarang?! Lagipula sudah ribuan kali ku ulang-ulang namaku Windy tetap aja dipanggil Nindi! Kayaknya fungsi pendengaran berkurang akibat kebanyakan goyang.Â
"Madam Rere mau pemanasan dulu baru habis itu kita senam bareng ya sayangku cinta Dek Nindi." lanjutnya.
"Ogah,"
"Madam memang kadang-kadang dibilang gagah kalau lagi nggak dandan,"
Ya sutralah... padahal musik aja belum dinyalakan, tapi kupingnya sudah tertutup awan. Malah jadi makan hati kalau ditanggapi lebih lanjut.
Lanjut ke makan siang yang diselenggarakan oleh makhluk ketiga bernama Miss Hening. Gara-gara kesalahan Madam Rere, diapun memanggilku Nindi.
Sekarang bawaanku lemas karena belum makan seharian. Lelah juga sembilan hari ngamuk-ngamuk nggak jelas. Sekarang aku mau jadi jinak-jinak merpati dulu, mumpung Miss Hening masih sibuk dengan usaha cateringnya. Aku manfaatin kafenya untuk selfie-selfie-an. Mumpung dapat background cantik sebagai ajang pamer bahwa aku lagi di cafe tersohor se-Jabodetabek. Biar gini-gini aku suka update loh! Asik-asik selfie, Echi muncul sambil pasang wajah kesal.