Mohon tunggu...
Sevaldy Gozal
Sevaldy Gozal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

SEMBOYAN YANG TELAH DILUPAKAN

12 Februari 2017   09:56 Diperbarui: 15 Februari 2017   23:06 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dan berpenduduk terbesar keempat di dunia. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri dari bangsa asli pribumi yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia dimana bangsa Austronesia lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar dengan populasi mencapai 41,7% dari seluruh penduduk Indonesia. Tak heran moto yang dipakai oleh bangsa ini adalah “Bhinneka Tunggal Ika” yang diambil dari bahasa Jawa kuno berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Moto ini seakan hilang belakangan ini karena banyaknya isu dan kasus berkaitan dengan agama dan ras. Seperti kasus yang terjadi saat kerusuhan Mei 1998 merupakan kasus mengenai SARA yang paling kejam. Awal mula permasalahannya adalah ketika para mahasiswa ingin menurunkan rezim kepemimpinan Soeharto, tapi pada akhirnya terjadi banyak kerusuhan yang didasari karena perbedaan etnis. Banyak orang pribumi menjarah dan merusak toko yang dimiliki oleh orang keturunan Tionghoa. Selain dirusak dan dijarah, banyak orang keturunan Tionghoa diperkosa dan dibunuh oleh orang Pribumi.

JIka terus menerus mementingkan ras atau agama kita sendiri, bagaimana Indonesia bisa maju? Mengapa kita tidak dapat menjunjung moto bangsa kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika dengan menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme. Padahal Bapak Proklamator kita sendiri sudah memberikan suatu sarana untuk menjunjung pluralisme yaitu dengan membangun Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral berdekatan. Kita pasti mendambakan kekompakan antar agama seperti saling melindungi saat hari raya masing-masing.

Marilah kita semua saling menghargai orang lain meskipun berbeda agama ataupun berbeda suku dari kita. Hanya dengan melakukan ini lah Indonesia dapat maju dan dapat menjadi Negara yang lebih besar dari sekarang. Kami siswa SMA Kanisius telah menerapkan prinsip pluralisme melalui pertemanan yang tidak melihat suku dan saling menghormati hari raya masing-masing.

Kita sudah, Kalian Kapan?

#bersamamerawatperbedaan

 

 

Jakarta, 11 Februari 2017

Sevaldy Gozal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun