Background
Apa yang saat ini sedang menjadi perhatian publik yakni persidangan MK sudah tentu tidak bisa dilihat sebagai suatu peristiwa yang tanpa background. sudah pasti ada latar belakang. Meskipun itu sebagai suatu yang langkah normal dan wajar karena ada mekanisme yang mengaturnya. Orang kebanyakan bisa menarik latar belakang dalam tiga tempo. Tempo pendek, tempo menengah dan tempo panjang.Â
Tempo pendek bisa dimaknai bahwa keputusan untuk menempuh jalur pengadilan MK baru diputuskan di ambil menjelang peristiwa 21-22 Mei 2019. orang bisa punya argumentasi sendiri jika melihat background dalam tempo pendek. Orang misalnya bisa merujuk pertemuan Wapres Yusup Kalla dengan Prabowo. Atau memakai rujukan lain.
 Jika melihat Background dengan jangka tempo menengah, orang bisa mengacu paska pembentukan koalisi kubu paslon 02. ketika waktu itu survey menunjukkan bahwa posisi elektoral Joko Widodo selalu berada di posisi teratas dibandingkan tokoh-tokoh nasional lainnya. dari sini sebenarnya orang awam sudah bisa menilai akan adanya situasi psikologis tertentu yang sedang dialami oleh paslon 02. Â
Dan sama seperti background jangka pendet, background jangka menengah juga bisa dicarikan rujukan peristiwa lainnya. Â Sedangkan untuk background jangka panjang orang bisa melihat paska kekalahan capres Prabowo-Hatta di tahun 2014 yang lampau. Atau bisa jadi ditarik lebih mundur lagi yakni dengan mengingat bahwa posisi Prabowo yang adalah King Maker atas diri Joko Widodo.Â
Pokok Soal
Sebenarnya di mata rakyat yang awam dalam dunia hukum ketata-negaraan sudah dapat melihat beberapa hal yang janggal. Semisal soal Materi gugatan.  Dalam materi gugatan BPN yang disampaikan pada tanggal 24 Mei  2019 sejumlah materi sengketa, tiga di antaranya adalah soal teknis penyelenggaraan pemilu. Misalnya soal 17,5 juta data pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap ( DPT) yang dianggap BPN tak wajar, Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang dinilai bermasalah, hingga tudingan penghilangan formulir C7 atau daftar hadir pemilih di TPS.Â
Namun berikutnya pada tanggal 10 Juni 2019 pihak BPN mengajukan dan menyerahkan perbaikan materi gugatan. Â Ada sejumlah materi dan petitum yang ditambahkan dalam berkas tersebut. Padahal menurut PMK 4/2018 dan PMK 1/2019 jo PMK 2/2019 tidak diatur mengenai perbaikan permohonan perselisihan hasil pilpres.Â
Adanya perbaikan/revisi atas materi gugatan semakin menajamkan pokok soal yang lain yakni Soal Kewenangan MK dalam mengadili persoalan Pilpres. Diskusi semakin menajam dengan pertanyaan dasar: Sejauh mana MK memeliki kewenangan soal sengketa Pilpres? hal ini menjadi kejanggalan kedua yang bisa dilihat oleh rakyat kebanyakan.Â
Kejanggalan terakhir yang membuat Materi gugatan BPN mendapatkan perhatian publik selain soal tuduhan TSM adalah posisi Cawapres kubu paslon 01 yang menjadi Dewan Pengawas pada anak perusahaan BUMN (yakni di BNI Syariah dan BRI Syariah), soal Laporan Kekayaan Joko Widodo ketika mendaftar sebagai Capres dari kubu 01.Â
Semua kejanggalan di atas (selain kejanggalan-kejanggalan yang lainnya) menjadikan diskusi tentang apa yang akan menjadi keputusan MK menjadi bahan diskusi yang seru dan diminati. Semua pakar hukum ketata-negaraan laris manis diundang oleh berbagai stasiun televisi untuk dimintai pendapatnya mengenai posisi krusial MK.Â