Banyak dari sebagaian warga negara Indonesia masih belum paham betapa pentingnya kedudukan, fungsi dan hubungan antar lembaga negara di Indonesia. Padahal, tidak sedikit lembaga baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang memiliki fungsi yang perlu diketahui oleh warga negara pada umumnya. Tetapi tidak kalah pentingnya hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, bagaimana hubungan antara Presiden dengan DPR, MPR dengan Presiden dsb. Banyak diantara orang awam jika ditanya “Menurut anda bagaimana anda hubungan Presiden dengan DPR saat ini?” terkadang ada orang yang menjawab “baik-baik saja” tetapi tidak sedikit pula yang menjawab “bermasalah atau tidak harmonis”. Apakah jawaban tersebut sesuai dengan apa yang kita inginkan
Dari penjelasan berikut mungkin akan menjawab sebagian pertanyaan tersebut
Hubungan Presiden dengan MK
Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
Dari lima kewenangan MK itu, hampir semuanya berpotensi bersinggungan dengan Presiden. Pertama, pengujian UU terhadap UUD. Lembaga negara yang mempunyai kewenangan membuat UU adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga produk Presiden –bersama dengan DPR- lah yang diuji ke MK. Kedua, sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN). Sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, Presiden berpeluang menjadi subjek perkara SKLN di MK.
Ketiga, memutus pembubaran partai politik. Pasal 68 UU No.23/2004 tentang MK disebutkan bahwa pemohon pembubaran partai politik adalah pemerintah. Jadi, hanya pemerintah (Presiden) yang berhak memohon agar MK membubarkan sebuah partai politik yang dianggap “berbahaya”.