Sumber foto: bauxite.world-aluminium.org
Oleh: Setyaningrum
Untuk keduakalinya Kompasiana sukses menggelar Seminar Nasional, dengan tema kali ini "Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia" pada Senin, 25 Mei 2015 di Jakarta.
Hadir pada kesempatan itu sebagai pembicara, yaitu: Pengamat Pertambangan Mineral dan Batubara yang juga Mantan Dirjen Minerba, Ir. Simon F. Sembiring, Pakar Ekonomi, Faisal Basri, Pakar Metalurgi UI, Prof. Dr. Ing. Bambang Suharno, Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan, dan Kepala Seksi Pengawasan Operasi Produksi Mineral, Andri Budhiman Firmanto.
Seminar yang bertujuan untuk membedah dan menambah wawasan publik tentang industri pertambangan bauksit dan smelter alumina di Indonesia tersebut dipandu oleh Moderator cantik, Cindy Sistyarani. Diadakan pada Senin, 25 Mei 2015 di Auditorium Cengkeh, Hotel Menara Peninsula, S. Parman, Slipi, Jakarta Barat, dan dihadiri kurang lebih 100 peserta, yang terdiri dari Kompasianer (blogger Kompasiana) dan masyarakat umum.
Tentang bauksit
Bauksit pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh ahli geologi Perancis bernama Pierre Berthier di desa Les Baux, di bagian selatan Perancis. Pada tahun 1861, ahli kimia Perancis, Henri Sainte-Claire Deville menamai mineral temuan Pierre Berthier tersebut Bauksit, sesuai dengan nama daerah dimana ia ditemukan pertama kali.
Bauksit merupakan bijih aluminium, adalah segumpalan tanah liat yang merupakan sekelompok aluminium oksida dan hidroksida, yang terdiri atas Gibbsite, Boehmite, dan Diaspore. Gibbsite adalah aluminium hidroksida (Al (OH) 3), sedangkan Boehmite dan Diaspore keduanya aluminium oksida-hidroksida (Alo (OH)). Perbedaan utama antara dua terakhir adalah bahwa diaspore memiliki struktur kristal yang berbeda untuk Boehmite. Perbedaan komposisi bijih dan kehadiran besi, silikon dan titanium kotoran mempengaruhi pengolahan selanjutnya mereka. Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, Silikon dioksida (SiO2) 1 – 12%, Ferioksida (Fe2O3) 2 – 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 – 36%.
Secara kasat mata, batuan Bauksit dapar dilihat ditemui dengan beragam warna, yang sesuai dengan mineral yang dikandungnya, antara lain berwarna krem, kuning, putih, abu-abu, coklat, coklat kemerahan, dan merah muda.
Bauksit terbentuk dari batuan sedimen, batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi/pelapukan kemudian mengalami proses dehidrasi dan akan mengeras menjadi Bauksit. Bauksit banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar pada kedalaman tertentu, biasanya banyak terdapat di hutan biomas, oleh karena itu penambangan Bauksit biasanya merusak hutan.
Indonesia kaya sekali akan mineral Bauksit. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Erry Sofyan, cadangan Bauksit Indonesia saat ini sekitar 3,2 miliar ton, di samping sumber daya Bauksit yang diperkirakan mencapai 7,55 miliar ton.