Kata wiraswasta tidak asing didengar, tapi orang yang berwiraswasta tidak pula banyak. Zaman sekarang, orang memilih melamar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) ketimbang menjadi seorang wiraswasta. Kenyataan yang tidak manis, tapi itulah yang terjadi sekarang.
Dan ketika membaca buku Hidup yang Lebih Berarti, yang diluncurkan pada 21 April 2016 lalu di Menara BTPN, saya menjadi lega. Ternyata masih banyak orang-orang mandiri di luar sana. Baik mandiri karena keadaan, maupun mandiri karena memang sudah dirancang untuk bisa mandiri. Masih banyak pebisnis-pebisnis yang juga mau mengkaryakan orang di sekitarnya.
Hanggoro (73 tahun), pensiunan abdi negara ini contohnya. Sosok yang ditulis oleh Kompasianer Afandi Sido adalah pebisnis kuliner Getuk Marem dari Magelang. Ia menjadi seorang pebisnis karena keadaan. Keadaan mendekati pensiunlah yang membuatnya berjuang menjadi seorang pebisnis. Dengan keberanian memutuskan serta mengambil resiko, usaha yang dirintis sebelum masa pensiun ini sukses mengantarkannya menjadi seorang entrepreneur.
Atau, keserhanaan seorang Deni Mulyadi (55 tahun), pelopor sentra industri tas di Bojong Rangkas, Ciampea, Kabupaten Bogor. Berkat tangan dingin seorang Deni Mulyadi, desa Bojong Rangkas yang kecil berubah menjadi sebuah Kampung Tas. Hampir 90% warga Bojong Rangkas menekuni industri rumah tangga, dengan produk utamanya adalah tas. Oh, betapa berjiwa besar dan luhur beliau ini sehingga mampu memberdayakan orang-orang di sekitarnya. Betapa banyak berkurangnya pengangguran di Indonesia andai di setiap kecamatan atau kabupaten memiliki seseorang seperti Deni Mulyadi. Tentunya, Indonesia akan lebih cepat terbebas dari kemiskinan. Harapan yang mudah-mudahan bisa terjadi…
Juga, kreativitas yang dimiliki oleh Solihin, yang mampu membuat orang di sekitar tempat tinggalnya ikut merasakan keuntungan bisnisnya. Tetangga yang berdayakan dengan ilmu sehingga bisa meraup rupiah dari jerih payahnya. Solihin adalah pengrajin tas tangan yang bermukim di Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Bahkan, karya sosok entrepreneur yang ditulis oleh Kompasianer Agung Soni, yang juga bermukim di Bali, tembus mancanegara. Hebat, kan?
Atau gurihnya bisnis Iwak Nyuzz yang renyah milik Siti Rochanah. Meski hanya memberdayakan keluarga di dalam menjalankan bisnisnya, toh usaha ini terus berkembang pesat. Hingga beliau mendapat gelar nenek mandiri, karena melakukan segala kegiatannya sendirian. Karena semua itu pilihan dengan tujuan masing-masing.
Dan segala hal tersebut tersebut bermuara kepada satu hal: kemauan. Tidak akan berhasil Hanggoro dengan usaha Getuk Maremnya, bila ia putus asa ditengah usahanya ketika meredup. Tak akan berhasil seorang Deni Mulyadi membawa masyarakat di desanya menjadi pengrajin tas, bila ia sendiri tidak kreatif menuangkan ide-idenya dalam jahitan mesinnya.
Mungkin, tas buatan Solihin juga tak akan mampu menembus pasar internasional, bila ia tidak rajun mengupdate seni kreativitasnya. Dan semua itu mengacu kepada kemauan, kerja keras, dan pantang putus asa.
Para kawula muda Indonesia perlu kiranya membaca buku terbitan Elex Media Komputindo ini. 20 macam bisnis dari 20 Kompasianer se-Indonesia ada di dalamnya. Supaya mereka tergugah, terinspirasi. Supaya bisa punya wawasan bahwa dunia kerja tidak hanya milik para sarjana. Bahwa masa depan tidak hanya PNS. Masih banyak pekerjaan di luar, yang mungkin malah lebih menghasilkan rupiah lebih banyak ketimbang kerja kantoran.
Ah…lalu apa mimpi saya? Dari dulu, saya pun sudah punya sebuah impian. Suatu hari, tinggal di suatu tempat, membuka sebuah warung makan, di halaman rumah. Saya ingin berdagang dengan tetap bisa melihat teras rumah. Sederhana saja J.
Jakarta, 20 Mei 2016