Bayangkan bila sebuah keluarga terbentuk atas ketidaksiapan pasangan. Betapa akan rumitnya pasangan tersebut menghadapi masalah yang menghampiri. Dan bila mereka menyerah kalah pada masalah yang mendera, maka anak akan menjadi beban sepanjang usia bagi keluarga keduabelah pihak. Kasihan, bukan.
Dan ironisnya, beberapa tahun belakangan ini kesadaran berkeluarga berencana di kalangan remaja Indonesia mulai memudar. Makin banyak pasangan remaja yang melakukan pernikahan dini, entah karena wanitanya telah hamil duluan atau karena kemauan masing-masing pihak. Perkawinan di usia muda tentulah penuh risiko. Karena secara fisik, organ reproduksi belumlah sempurna. Akibatnya, angka kematian ibu melahirkan usia dini cukup tinggi. Ditambah dengan kesiapan mental yang tentu saja alakadarnya.
Usia muda yang seharusnya menjadi haknya untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik, tergantikan oleh peran menjadi orangtua. Usia produktif yang seharusnya diisi dengan segala produktivitas dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, terhalang oleh jabatan dan tanggungjawab sebagai orangtua dalam keluarga. Seberapa mereka mampu dan bertahan dengan ujian kehidupan? Secara tidak langsung mereka memilih tua lebih awal.
Untuk itulah, sebanyak 22.253 ribu remaja, terdiri dari siswa dan siswi setingkat SLTP dan SLTA/SMK sederajat dari 7 kecamatan di Kota Tangerang Selatan, berikrar untuk menunda usia perkawinan, 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria, tidak melakukan seks bebas, tidak menggunakan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif), tidak tawuran dan peduli terhadap lingkungan, di lapangan Smartfren, BSD, Tangerang Selatan pada serangkaian acara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-22 yang diadakan di Kota Tangerang Selatan, pada 28 July 2015 hingga 01 Agustus 2015.
Diharapkan kedepannya, remaja-remaja ini mampu menjadi orangtua yang tangguh, yang akan mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk demi terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia.
Dengan terlaksananya keseluruhan atas fungsi-fungsi keluarga tersebut diatas, maka pastilah akan membawa sebuah keluarga yang berkualitas pada sebuah kesejahteraan. Apabila keluarga sudah sejahtera, maka masyarakat akan ikut sejahtera, dan pada akhirnya sebuah bangsa akan menjadi bangsa yang sejahtera. Berawal dari unit terkecil yaitu keluarga yang berkualitas.
Seperti kata pepatah ”jangan memandang terlampau besar hal-hal yang besar, dan jangan memandang terlampau kecil hal-hal yang kecil”. Karena, negara yang besar dan kuat bisa terbentuk dari keluarga kecil yang berkualitas dan berketahanan.
Jakarta, 07 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H