Perlu diketahui, United Company RUSAL (UC RUSAL) adalah perusahaan aluminium terbesar di dunia, menyumbang hampir 9% dari produksi aluminium primer dunia dan 9% dari produksi alumina dunia. Perusahaan yang didirikan di Jersey dan berkantor pusat di Moscow tersebut telah beroperasi di 13 negara di 5 benua dan memilki lebih dari 60.000 pekerja di seluruh kantor operasinya.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri tentang pelarangan ekspor mineral mentah (raw material) yang sudah tentu Bauksit termasuk didalamnya, dan mewajibkan penambahan nilai tambah pada mineral mentah, secara otomatis telah menghentikan proses penambangan Bauksit. Betapa tidak. Untuk memberi nilai tambah mineral mentah adalah dengan mengolahnya terlebih dulu, Para pengusaha tambang harus membangun pabrik pengolahan Bauksit yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, bila tetap ingin mengekspor.
Dan di sisi yang bersamaan pula, perusahaan tambang dilarang mengekspor hasil tambangnya, yang hanya berupa Bauksit mentah. Pertanyaannya, dari mana perusahaan tambang mendapat dana untuk membangun pabrik pengolah bila pemasukan dari hasil ekspor tidak ada?
Dengan berhentinya operasi produksi dan ekspor Bauksit tersebut, diperkirakan negara telah kehilangan kesempatan untuk memperoleh devisa per tahun sebesar kurang-lebih Rp 17,6 trilyun , penerimaan pajak sebesar Rp 4,1 trilyun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 595 milyar. Yang lebih miris lagi, sekitar 40 ribu karyawan pertambangan telah dirumahkan, yang berarti hilangnya sumber penghidupan karyawan dan keluarganya kurang lebih 160.000 orang. Hilangnya income perusahaan yang diperoleh dari hasil penjualan Bauksit akan berakibat kebangkrutan perusahaan. Potensi kredit macet (Non Performance Loan) alat-alat pertambangan mencapai Rp. 40 Trilyun.
Hilirisasi Industri Mineral
PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery milik Harita Group di Ketapang, Kalimantan Barat telah memulai membangun pabrik pengolah Bauksit, sejak pertengahan Juli 2013, dengan kapasitas produksi sebesar 4 juta ton SGA/tahun, nilai investasi USD 2,28 Milyar, dan progress pembangunan sampai dengan bulan Desember 2014 sudah mencapai 42,63%. Harita Prima Abadi Mineral di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, merupakan pabrik swasta pertama di Indonesia yang memproses Bauksit menjadi alumina
Selain itu juga berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), masih terdapat 4 perusahaan lain yang siap membangun pabrik pengolah Bauksit dengan kapasitas 8 juta ton SGA/tahun. Pembangunan smelter alumina tersebut membutuhkan pendanaan yang besar dan berpotensi gagal jika perusahaan tambang bauksit yang sedang dan akan membangunnya tidak memperoleh pendapatan.
Usulan-usulan terhadap Pemerintah pun semakin hari kian bergulir, untuk mensukseskan program hilirisasi, diantaranya:
* Penetapan Roadmap Industri Nasional khususnya Alumina & Aluminium.
* Penetapan kebutuhan dalam negeri dan kuota produksi dan ekspor.
* Insentif Fiskal & Non Fiskal bagi yang membangun industri: - Contoh: Ekspor hasil tambang, Tax Holiday, pembebasan pajak.