Pertemanan bisa terjadi kapan saja, tak mengenal ruang dan waktu. Juga tak mengenal suku, ras dan agama. Yang umum terjadi, pertemanan itu ada karena kenal, keduabelah pihak saling mengenal, entah hanya samar-samar ataupun sudah sepenuhnya kenal. Bagaimana kalau tidak saling kenal lalu tercipta pertemanan?
Saya berteman dengan seseorang yang sama sekali belum saya kenal sebelumnya. Berawal dari status teman yang in public settings. Belum lama, masih dalam hitungan bulan saya berteman. Tapi entah mengapa, apa yang dia tulis selalu membuat saya tersenyum. Pernah saya tersenyum geli oleh statusnya yang mungkin agak porno di mata orang lain. Dan itu dimanfaatkan oleh teman-temannya untuk mem-bully dia. Saya sampai tertawa melihat komentar-komentar yang mereka tulis.
Dan seringnya dia jadi korban bullying, dia di ibaratkan bola tenis oleh teman-temannya, yang bisa di pingpong kesana-kemari. Tapi saya tahu semua itu hanya candaan meskipun itu mungkin ungkapan kisah nyata kehidupan dia yang sebenarnya. Tapi bagi saya, celotehannya sangat alami, menghibur dan sangat nyambung, makanya diam-diam saya pun menjadi fans yang selalu menanti setiap update darinya. Hehehe...
Menjadi teman dalam dunia maya, bagi saya tidak melulu harus nge-like atau berkomentar di setiap status, link ataupun foto yang teman kita share. Tapi lebih kepada bagaimana memposisikan dia, teman tersebut, di dalam kehidupan kita. Ya, memang belum lama kami berteman, dan saya sadar betul bahwa saya dan dia berbeda dari segala aspek. Saya dari Jawa, sedangkan teman saya itu Batak. Kami belum pernah saling sapa, apalagi saling jumpa dalam nyata. Karena perbedaan aspek itulah yang agaknya sedikit membebani tersambungnya tali silaturahmi. Tadinya saya mengira bahwa beban ini akan melunak dan cair seiring berjalannya waktu. Tapi ternyata waktu tidak berpihak kepada kami.
Sore tadi, saya sangat terkejut dan kaget sewaktu ada salah satu member di group yang kami ikuti bersama, ada postingan selamat jalan teruntuk seorang nama yang sudah akrab dimata saya. Langsung saja saya meluncur ke wall temen saya itu. Dan ternyata sudah begitu banyak postingan ucapan selamat jalan teriring canda disana. Ya, dia memang selalu penuh canda. Saya pun sering tersenyum dan tertawa setiap membaca status ataupun komentar-komentarnya. Dan saya ingat salah satu komentarnya, bahwa dia tidak akan berteman dengan abg, takut tidak nyambung kilahnya.
Masih tidak percaya dia telang berpulang. Semalam saya masih melihat dia mengubah Tactics dalam Top Eleven Be a Football Manager, games yang dia gandrungi. Sampai saat ini postingan teman juga masih mengalir di wall-nya. Antara tidak percaya, mencoba ikhlas, mencoba mengingat kapan terakhir bersama, masih mengalir memenuhi wall-nya.
Hari ini, teman saya itu telah tiada, kembali pulang ke pangkuan sang pencipta. Belum sempat saya menyapa, belum sempat saya mengenal lebih dekat dengannya. Tapi saya sudah menempatkan dia di hati saya sebagai seorang teman yang baik, bertoleransi, penuh humor dan dewasa. Selamat jalan sahabat. Selamat jalan idola. Damailah engkau disisi-Nya.
Jakarta 16-01-2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H