Mohon tunggu...
Setyani Alfinuha
Setyani Alfinuha Mohon Tunggu... -

Alumni ISHS 3 Kediri | Psikologi UIN Maliki Malang '13\r\n13410056

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Vitalisme VS Eksistensialisme

30 Maret 2014   00:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Vitalisme adalah paham di filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan sejati pada dasarnya adalah energi, daya, kekuatan, atau nafsu yang bersifat irrasional atau tidak rasional. Dengan memberi tekanan pada kenyataan yang tidak rasional, maka vitalisme berbeda dari idealisme dan sekaligus juga dari materialisme. Vitalisme percaya bahwa kenataan sejati pada dasarnya adalah berupa energi-energi, daya-daya atau kekuatan-kekuatan non-fisik yang tidak rasional dan instingtif (liar) (Abidin, 2011, p. 32).

Acuan vitalisme terutama adalah ilmu biologi dan sejarah. Biologi mengajarkan bagaimana kehidupan ditentukan bukan oleh rasio, melainkan oleh kekuatan untuk bertahan hidup (survive) yang sifatnya tidak rasional dan instingtif (liar). Agar organisme tetap bisa survive, maka tidak ada dan tidak diperlukan pertimbangan rasional, melainkan naluri untuk mempertahankan hidup.

Sedangkan eksistensialisme tidak membahas esensi manusia secara abstrak, melainkan secara spesifik meneliti kenyataan kongkret manusia sebagaimana manusia itu sendiri berada dalam dunianya. Abidin (2011) menjelasankan bahwa istilah eksistensi berasal dari kata existere (eks = keluar, sistere = ada atau berada). Dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai “seustu yang sanggup keluar dari keberadaannya” atau “sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri”.

Dalam kenyaaan hidup sehari-hari tidak ada sesuatu pun yang mempunyai ciri atau karakter existere, selain manusia. Hanya manusia yang bereksistensi. Hanya manusia yang sanggup keluar dari dirinya, melampaui keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya, berusaha untuk tidak terkurung oleh segala keterbatasan yang dimilikinya, oleh sebab itu, para eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu proses, “menjadi”, gerak yang aktif dan dinamis. Terutama masalah kebebasan dan kehidupan yang otentik oleh eksistensialisme dianggap sebagai dua masalah yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia diyakini sebagai makhluk yang bebas dan kebebasan itu adalah modal dasar untuk hidup sebagai individu yang otentik dan bertanggung jawab.

Sumber:

Abidin, Zainal. (2011). Filsafat Manusia; Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun