Mohon tunggu...
Setyani Alfinuha
Setyani Alfinuha Mohon Tunggu... -

Alumni ISHS 3 Kediri | Psikologi UIN Maliki Malang '13\r\n13410056

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Manusia

30 Maret 2014   00:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Al-Farabi menjelaskan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bil-maujudat bi ma hiya al-maujudat) (Achmadi, 2013, p.1). Filsafat pada dasarnya bertujuan untuk mencari hakikat. Begitu pula dengan filsafat manusia, filsafat manusia juga bertujuan untuk mencari hakikat tentang manusia. Abidin menjelaskan “filsafat manusia merupakan integral dari sistem filsafat, yang secara spesifik menyoroti hakikat atau esensi manusia”. Segala hal tentang pencarian hakikat manusia dibahas pada filsafat manusia. Lebih lanjut Achmadi (2011, p. 3) menjelaskan “filsafat manusia sebagai bagian dari sistem fisafat, secara metodis ia mempunyai kedudukan yang kurang lebih setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, seperti etika, kosmologi, filsafat sosial, dan estetika”. Namun secara ontologis (berdasarkan pada objek kajiannya), ia mempunyai kedudukan yang relatif lebih penting, karena semua cabang filsafat tersebut prinsipnya bermuara pada persoalan asasi mengenai esensi manusia, yang tidak lain merupakan persoalan yang secara spesifik menjadi objek kajian filsafat manusia (Abidin, 2011).

Objek kajian filsafat manusia terdapat kemiripan dengan objek kajian ilmu-ilmu lain yang juga mempelajari manusia seperti ilmu psikologi dan antropologi. Jika ditinjau dari objek materialnya, Abidin (2011) menejalaskan bahwa filsafat manusia dan ilmu-ilmu yang mempelajari manusia sama-sama mempelajari gelaja-gelaja manusia. Baik filsafat maunia maupun ilmu-ilmu tentang manusia bertujuan untuk menyelidiki, mengintepretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia. Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia, baik merupakan obek kajian untuk filsafat manusia maupun untuk ilmu-ilmu tentang manusia.

Namun jika ditinjau dari objek formal atau metodenya, antara filsafat manusia dengan ilmu-ilmu tentang manusia mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Secara umum dapat dikatakan, bahwa setiap cabang ilmu-ilmu tentang manusia mendasarkan penyelidikannya pada gejala empiris, yang bersifat objektif dan dapat diukur. Gejala-gejala tersebut lalu diselidiki menggunakan metode yang bersifat observasional dan/atau eksperimental. Sebaliknya, filsafat manusia tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau jenis gejala apapun tentang manusia, sejauh bisa dipikirkan, dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasaoinal, bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia. Aspek-aspek, dimensi-dimensi, atau nilai-nilai yang bersifat metafisis, spiritual, dan universal dari manusia, yang tidak bisa diobservasi dan diukur melalui metode-metode keilmuan, bisa menjadi bahan kajian terpenting bagi filsafat manusia. Aspek-aspek, dimensi-dimensi, atau nilai-nilai tersebut merupakan suatu yang hendak dipikirkan, dipahami, dan diungkap maknanya oleh filsafat manusia (Abidin, 2011).

Sumber:

Abidin, Zainal. (2011). Filsafat Manusia; Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Achmadi, Asmoro. (2013). Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun