Tiba-tiba pemilik warung menyalakan musik dangdut dan volume tinggi menggunakan speaker aktif yang disambungkan ke sebuah ponsel. Volume tinggi yang dihasilkan speaker tersebut mampu memecah keheningan, beberapa pengunjung ikut bernyanyi sambil berjoged, ada juga yang terbahak melihat rekannya berenang namun ada pula yang cuek sambil memandikan anaknya di aliran sungai yang berwarna kehijauan tersebut. Seolah lagu tersebut mampu meningkatkan gairah para wisatawan yang sedang berenang maupun melompat dari batu yang menghadang aliran air dari ketinggian kurang lebih tujuh meter itu.
Beberapa jalan sedang di tinggikan dengan cara di beton, sehingga kendaraan yang hendak menuju Salatiga maupun menuju Gemolong via Karanggede harus saling bergantian. Di beberapa titik, perbaikan jalan yang menimbulkan kemacetan hingga kurang lebih 1km. Hal tersebut membuat jarak tempuh Salatiga-Wonosegoro yang menurut prediksi google maps ditempuh 45 menit menjadi 1 ½ jam.
1 ½ jam melewati sawah dan jalan aspal yang bergelombang dan kepadatan para pengendara di hari minggu mewarnai perjalanan dari Salatiga menuju Kedung Goro. Jika anda hendak menggunakan google maps anda bisa menuliskan titik kordinat -7.318452. 110.684830 di pencarian. Saat tiba di desa Bolo tidak ada petunjuk menuju lokasi wisata Kedung Goro. Seorang perempuan sedang merapikan singkong yang sedang dijemur diatas tikar kami tanyai, ia memberi informasi bahwa tempat wisata kedung Goro masih berjarak kurang lebih 3 km.
Lagi-lagi akses jalan bervariasi mulai dari jalur beton hingga aspal yang mengelupas, namun setelah ada beberapa poster petunjuk jalan. Sampai tiba di tempat parkiran hingga jalan bebatuan yang membuat wisatawan yang menggunakan sepeda motor diuji kemahirannya. Namun jangan khawatir, bagi anda yang hendak berkunjung karena tidak lama lagi jalan tersebut akan diperbaiki karena di sekitar lokasi sudah terdapat beberapa material pasir dan aspal guna memperbaiki jalan tersebut.
Setelah tiba di tempat parkir, pengunjung melanjutkan dengan berjalan kaki menuju ke obyek wisata kedung Goro. Tidak ada akses jembatan, satu-satunya akses jalan hanya melewati aliran sungai yang kedalaman airnya dari mata kaki hingga lutut. Seusai melewati aliran sungai dilanjutkan jalur setapak. Pohon-pohon jati yang cukup tinggi memayungi pengunjung siang itu dari cahaya matahari, warna hijau kulit jagung menyita beberapa pengunjung, tanaman jagung yang tingginya seukuran pinggang orang dewasa menyita perhatian beberapa pengunjung ditengah hawa gersang di daerah tersebut.
Di antara celah-celah batuan tersebut air mengalir dari ketinggian, kendati di sekitar lokasi Kedung Goro tidak terdapat ruang tempat ganti baju, namun tak menyurutkan niat para pengunjung untuk segera berenang di Kedung tersebut. Warna air yang kehijauan seperti kulit jagung tersebut menambah daya tarik bagi para pengunjung. Tak ada rasa takut, beberapa anak-anak melompat dari ketinggian, alhasil beberapa pengunjung pun menirukannya secara berulang kali.
Di beberapa celah bebatuan, terdapat sebuah genangan air yang dikelilingi bebatuan berlumut warna airnya pun juga hijau. Jika selama ini di kolam renang disediakan tempat berseluncur berbahan plastik, namun di Kedung Goro ini juga terdapat tempat berseluncur yang tingginya kurang lebih dua meter namun berlandaskan bebatuan yang terbentuk secara alami, beberapa anak-anak mencobanya, tak ada sedikit pun rasa takut dan bosan di raut wajah mereka, walaupun berulang kali mencoba papan seluncur khas Kedung Goro tersebut.
Kedung Goro bisa disebut sebagai objek wisata alam yang cukup menantang. Para pengunjung bisa memacu adrenalin dengan mencoba arum jeram di bebatuan aliran sungai. Selain keindahan yang ditawarkan di Kedung Goro, ada hal yang sangat disayangkan. Beberapa wisatawan yang membuang sampah seperti bungkus sampo sachet dan bungkus makanan yang di buang di aliran sungai oleh pengunjung akan berdampak negatif terhadap lokasi wisata tersebut, minimnya papan peringatan membuat kurang sadarnya para pengunjung untuk menjaga kebersihan di tempat tersebut.
Berikut videonya