Berbagai pemberitaan di media menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia belum seburuk tahun 2008, mereka menyebutkan serangkaian parameter mulai data penurunan nilai rupiah yang tidak jauh-jauh amat, sampai kondisi indek saham yang tidak begitu buruk. Akan tetapi rata rata media tidak mengkaitkan hubungan naiknya harga barang sampai daya beli masyarakat yang semakin menurun.Â
Tetapi kalau dikaitkan dengan lesunya penjualan produk di dalam negeri, naiknya harga kebutuhan masyarakat nampak sekali bahwa sebagian besar masyarakat sudah mulai merasakan tekanan hidup yang semakin berat. 60 % pertumbuhan ekonomi dalam negeri ditopang oleh konsumsi masyarakat yang daya belinya sedang menurun. kalau pemerintah menyatakan tingkat inflasi rendah itu disebabkan oleh daya beli yang sudah mencapai nilai tertingginya,buat apa inflasi rendah kalau harga sudah diatas jangkauan demikian salah seorang kawan saya berkomentar. Mungkin nilai transaksi kami orang kecil terlalu kecil sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekonomi makro, tetapi ini adalah permasalahan kami yang berat.
Saat ini petani kelapa sawit, petani karet, petani kakao tidak dapat memperoleh keuntungan dari melemahnya rupiah. Untuk kondisi kelapa sawit hal ini di perparah oleh adanya penerapan pungutan CPO Fund oleh pemerintah sejak bulan Juli 2015. Akibat kebijakan ini harga kelapa sawit tetap tidak beranjak dari harganya yang rendah. Pada tingkat petani bahkan harga tandan kelapa sawit di Jambi hanya Rp 600 sementara upah untuk panen sebesar Rp 400 (agustus 2015).  Sementara jika dihubungkan dengan kondisi musim, saat ini adalah musim kemarau yang akan mengancam ketahanan pangan petani di Jawa. Sehingga wajar jika daya beli masyarakat menjadi rendah. Saat krisis 1998 pebisnis dan pemerintah memiliki cadangan dolar yang tipis, akibatnya mereka ramai ramai menggenjot ekspor dengan semboyan menanam rupiah memanen dolar. Saat ini pebisnis sudah berpengalaman menghadapi krisis sehingga mereka rata-rata masih punya banyak simpanan dolar dan dengan lesunya perdagangan global mereka tetap survive, sementara rakyat kecil tidak terkena imbas melemahnya rupiah atas komoditas ekspor yang mereka usahakan. Mungkin saat ini para pebisnis ramai-ramai menunggu saat yang tepat untuk membeli aset-aset rakyat kecil yang sedang terhimpit beban ekonomi yang berat.
Saat ini pemerintah menyatakan bahwa tingkat penyerapan dana APBN masih rendah sehingga pemerintah dengan sangat optimis yakin bahwa ekonomi akan bergerak dengan cepat dalam sisa tahun anggaran dan optimis target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7% tercapai, sekalipun pertumbuhan semester 1 hanya mencapai 4,64 %. Untuk mencapai harapan tersebut presiden baru-baru ini mengintruksikan untuk memaksimalkan penyerapan anggaran.Ini kan aneh? bukankah anggaran itu diajukan oleh para kepala daerah? jadi tanpa intruksi harusnya anggaran itu akan terserap. Seandainya mereka tidak mencapai serapan anggaran yang mereka ajukan sendiri justru kepala daerah harusnya diberi sangsi, bukan malah di beri semacam payung hukum untuk membelanjakan uang tanpa takut ancaman pidana, berupa rencana edaran yang menyatakan bahwa kebijakan tidak bisa dipidana, kan aneh? Seharusnya kebijakan yang salah bisa dihukum. Ingat sejarah, gara-gara Kerajaan Mataram mengeluarkan kebijakan alih kekola wilayah pesisir utara dengan cara menggadaikan pesisir utara P Jawa peranan dan kekuatan VOC semakin kuat sehingga bangsa-bangsa di Nusantara harus di jajah ratusan tahun lamanya, jangan ulangi lagi peristiwa itu. Akibat kebijakan yang salah bangsa nusantara terpaksa ganti baju baru dan saat ini baru berumur 70 tahun, itupun diperoleh dengan harta, nyawa, tetesan keringat, darah, dan airmata putra putra terbaiknya.
Sebagai orang Indonesia, kondisi tersebut tidak perlu kita hadapi dengan kebingungan. Saat ini kita harus bergerak dengan cara memperkuat diri dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi produktif, menghindari transaksi dolar, atau bahkan mengganti semua transaksi dengan dolar, beranikah? Buat tim ekonomi presiden kami harap kerja anda semakin cepat. Paket kebijakan yang anda buat tolong diperluas untuk melindungi kami kaum ekonomi lemah yang sedang terpuruk, kami hanya ingin memiliki kemampuan daya beli yang tinggi terhadap semua kebutuhan kami.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H