SIKAP KITA YANG MENENTUKAN NASIB KITA
Sikap adalah bentuk tindakan yang sudah menjadi kebiasaan mendarah daging yang dilakukan seseorang, yang merupakan hasil dari olah akal, olah emosional dan olah nurani. Sikap akan muncul saat "kita melakukan tindakan" dan saat "kita merespon suatu keadaan atau kejadian." Sikap adalah sesuatu yang sudah menjadi ciri dari kita.
Seseorang akan dikenal karena sikapnya dan hanya sikap yang dapat kita ubah sewaktu-waktu. Andai kita berbadan gemuk dan kita bekerja menjadi seorang sekretaris, mungkin banyak orang yang meragukan kita. Tetapi setelah bertemu kita dan kita melakukan sikap profesional dengan profesi kesekretarisan kita, maka orang akan percaya bahwa kita seorang sekretaris.
Orang tidak akan menghargai kepandaian kita, orang tidak akan menghargai sebagus apa tingkat emosional kita, orang juga tidak akan menghargai sebaik apapun hati nurani kita. Karena itu semua hanyalah potensial yang kita punyai. Tetapi orang akan menghargai sikap kita, karena sikap adalah yang real muncul bersinggungan dengan orang lain. Kalau sikap mental kita positif, maka orang akan merespon dengan sikap yang positif, tetapi kalau sikap mental kita negatif, maka orang akan merespon dengan sikap yang negatif.
Apa itu nasib?. Nasib adalah suatu keadaan yang memang sudah dirancang oleh manusia. Berbeda dengan takdir, kalau takdir adalah suatu ketentuan yang mengena pada manusia yang datangnya dari Tuhan. Lalu apa hubungan antara antara sikap mental dan nasib?. Hubungan antara sikap mental dan nasib adalah berbanding lurus. Artinya bahwa sikap mental yang positif akan mendatangkan nasib yang baik dan sebaliknya sikap mental yang negatif akan mendatangkan nasib yang jelek.
Nasib kita dapat dirancang sejak awal, sehingga nasib yang sudah kita konstruksikan dapat menjadi kenyataan. Agar nasib itu benar-benar terjadi, maka kita harus mempunyai sikap mental yang dapat mendukung nasib yang kita rancang tersebut.
Jadi misalkan kita mau bepergian dari lampung menuju jawa timur, maka kita harus mau bergerak dari lampung menuju ke arah jawa timur. Semakin cepat kendaraan yang kita pilih, maka semakin cepat pula kita menemui nasib kita yaitu sampai di jawa timur. Jadi mengendarahi kendaraan adalah sikap mental kita dan sampai jawa timur adalah nasib kita. Tetapi kalau kita memilih sikap mental untuk bersepeda menuju jawa timur, maka nasib kita sampai jawa timur akan lebih lambat dibanding dengan naik kendaraan.
Bila kita sudah bersikap positif terhadap keinginan kita untuk berpergian ke jawa timur, tetapi ternyata kita tidak sampai jawa timur. Kita malah sampai Yogjakarta, itu berarti takdirnya kita sampai Yogjakarta. Lalu bagaimana dengan rancangan kita untuk sampai jawa timur?, kita harus merancang ulang sikap kita agar nasib kita dapat sampai jawa timur. Dengan merancang ulang, maka akan terjadi evaluasi terhadap sikap kita, kenapa rancangan yang pertama tidak sampai jawa timur dan hanya sampai Yogjakarta.
Jadi nasib yang kita inginkan itu sebenarnya dapat dirancang dengan sejumlah sikap mental yang harus kita jalani agar nasib itu menjadi kenyataan. Nasib itu memang dapat belum kesampaian dan itu namanya jadi takdir. Di bawah ada beberapa contoh kasus untuk mempermudah pemahaman kita.
Pak Fadlu sangat menginginkan menjadi seorang pejabat. Jabatan yang diinginkan Pak Fadlu adalah jabatan yang tinggi dan terhormat. Berbagai cara dilakukan Pak Fadlu, dari masuk organisasi sosial, organisasi olah raga, organisasi keagamaan sampai organisasi politik.Â
Dari jabatan yang rendah sampai jabatan yang tinggi telah dipegang PakFadlu. Tetapi Pak Fadlu belum puas, yang dia inginkan adalah menjadi pejabat yang lebih tinggi lagi, yaitu menjadi Presiden atau menjadi mentri. Tetapi jabatan itu tidak pernah dapat diraihnya, karena Pak Fadlu mempunyai sikap mental omdo (omong doang), semua pejabat yang tidak dekat dengan dirinya pasti difitnah dengan kejelekan-kejelekan dan itu dilakukan konsisten dari masa mudanya sampai masa tuanya. Maka nasib Pak Fadlu yang ingin jadi pejabat tinggi itu tak pernah dapat terwujud.