Mohon tunggu...
Defit Setya
Defit Setya Mohon Tunggu... Freelancer - Student, Free Mom

Seorang musafir dari Desa menimba Ilmu ke Kota menjadi seorang Mahasiswa (ITS). Seperti padi, semakin ia berisi maka semakin ia merundukkan diri, pertanda kerendahan hati.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Temaram Senja

13 Januari 2014   19:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Durja
tak kulihat awan menghitam secepat tadi
Angin bertiup, membawa gumpalam awandari arah sana
seketika mendatangkan air yang tak henti

Denyut nadinya penuhi irama
meneduhkan atas temaram yang semakin menjadi
Namun tak jua teduh karena ia semakin merana
meronta dalam dan hanya terdiam dipinggirnya sudut hati

Rupanya senja tak menyapu sang jingga
hingga tak ku temui rasa yang kal itu menggebu
Luntur dengan titik titik hujan di wajahnya
gugur dan membasah satu per satu

Temaran nan durja
Ungkaplah gelapnya parade pembunuh rasa
Rasa yang pernah aku temui dikala asmara tak terpekur dalam dentuman lara
Mengubah lara menjadi bahagia

Awan yang menghitam tadi, menjelmalah
menjadi dentuman rindu yang mendahsyatkanmu
Menjadi rona yang pernah ku lihat kala ia tiada marah dan lemah
menjadi dirimu dengan auramu

*Tertulis untuk seseorang
Kau mengajariku agar tak larut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun