Santa Claus Rally yang dikenal juga dengan December Effect ini untuk pertama kali diperkenalkan oleh Yale Hirsch di Stock Traders Almanac pada 1972 silam.
Ikon Desember adalah Santa Klaus. Dialah sosok yang dalam berbagai budaya gemar memberikan hadiah kepada anak-anak saat Hari Natal. Tokoh ini dalam bahasa lain dikenal juga dengan Sinterklas, Santo Nikolas, Santo Nick, Bapak Natal, Kris Kringle, Santy hingga Santa.
Di dunia pasar modal juga dikenal sosok yang satu ini, tapi sekadar muncul dalam istilah yaitu Santa Claus Rally. Istilah ini merujuk pada fenomena di pasar modal yang memiliki kekuatan cukup besar, dimana harga saham memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk mengalami kenaikan di Desember ini.
Santa Claus Rally yang dikenal juga dengan December Effect ini untuk pertama kali diperkenalkan oleh Yale Hirsch di Stock Traders Almanac pada 1972 silam. Tak berbeda jauh dengan pola perputaran musim, ada periode tertentu dimana harga saham cenderung menguat atau bullish. Di Indonesia, menurut catatan historis IHSG, hanya pada Desember 1997 dan 2000 saja IHSG tidak menguat.
Pertanyaannya kini, mengapa pada Desember harga saham cenderung mengalami tren penguatan? Bukan rahasia lagi, di akhir tahun, kebanyakan pemodal, khususnya skala institusi, melakukan strategi rebalancing portfolio atau window dressing untuk mempercantik diri. Pemodal berskala institusi berusaha keras mencatatkan kinerjanya sebaik-baiknya agar terlihat kredibel dan terpercaya di mata investor atau klien.
Di sisi lain, mereka biasanya juga menggenjot pencapaian target tahunan jelang tutup buku. Rebalancing biasa direalisasikan dengan melepas saham-saham yang kurang baik alias kurang menguntungkan. Selanjutnya, mereka mengakumulasi saham-saham blue chip. Rebalancing semacam ini tentu akan berdampak pada penguatan IHSG.
Menurut sejumlah analisis, December 2017 ini pun akan diwarnai dengan window dressing, dimana sejumlah emiten dan fund manager akan memoles kinerjanya dengan harapan mempercantik laporan keuangannya. Laporan keuangan yang bagus dengan capaian laba yang tinggi mengerek kredibilitas perusahan dan sahamnya di mata investor dan klien.
Selain aksi rebalancing portfolio dan aksi profit taking, sejatinya pada Desember itu ada banyak kebutuhan dana yang biasanya akan digunakan untuk libur Natal dan tahun baru. Dengan kata lain, pada Desember banyak orang membutuhkan uang tunai. Tak mengherankan, di pasar modal juga diwarnai aksi untuk mendulang keuntungan.
Pada akhir 2017 ini potensi untuk mendulang cuan cukup besar karena sejumlah sentimen positif seperti optimisme pemodal sejalan tren penguatan ekonomi makro Indonesia seperti angka pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 yang dirilis Badan Pusat Statistik sebesar 5,06%, angka inflasi, tren suku bunga rendah serta nilai tukar rupiah. Optimisme ini juga didukung kondisi ekonomi global, dimana ekonomi Eropa dan AS mulai pulih dan asumsi pertumbuhan ekonomi Tiongkok di 6,3% untuk tahun depan.
Optimisme ekonomi makro ini tentu bisa menguntungkan investor saham untuk mendulang cuan di akhir tahun. Kuncinya: ketelitian dan kecermatan dalam membeli dan menjual saham karena tak semua emiten melakukan window dressing.
Oleh sebab itu, analisis teknikal mutlak dibutuhkan untuk melihat dan mencari saham yang memang cenderung naik dan investor memiliki kesempatkan untuk menjual koleksinya untuk mendapat cuan. Dus, investasi di saat window dressing itu bukan semata-mata spekulatif.