Mulai dari hal yang sepele seperti menyapa sekaligus salaman dengan para pelamar kerja lalu mempersilakan duduk di ruangan wawancara, melihat dan observasi kesiapan-kedewasaan-kegugupan kandidat saat wawancara berlangsung, sampai dengan menegur beberapa hal konyol yang kerap kali dilakukan saat psikotes: menyontek dan/atau bermain hape.
Sebagai seseorang yang terbiasa melakukan "perjudian" terhadap proses end to end seleksi karyawan---karena sering kali dilabeli penentu nasib orang lain (meloloskan atau menggagalkan)---saya dituntut untuk beradaptasi.
Semua proses harus dilakukan secara online, karena menyesuaikan keadaan terkini. Hal ini terasa sentimentil bagi saya, karena keseruan dan kebahagiaan saat menjalani proses secara tatap muka, hampir tidak lagi dirasakan, juga ditemukan.
Pada titik tertentu, saya sangat merindukan segala proses seleksi karyawan secara langsung dan tatap muka.
Memang, sebelum pandemi menyerang, beberapa proses di banyak perusahaan sudah dilakukan secara online melalui berbagai platform. Namun, tidak semasif sekarang.
Di sisi yang lain, saya sangat menyadari, proses secara online wajib dilakukan sebagai tindakan preventif di ranah profesional, khususnya ruang lingkup pekerjaan, untuk meredam penyebaran virus yang nyebelinnya naudzubillah setan ini.
Ya, gimana ya. Saya betul-betul nggak menyangka, beberapa pekerjaan yang biasa dilakukan oleh HRD atau rekruter, secara perlahan dan bertahap akhirnya akan terdisrupsi juga. Tergantikan---atau lebih tepatnya dibantu---oleh perangkat digital dengan segala sisi positif dan negatifnya.
Mungkin memang benar adanya bahwa, pandemi, di satu sisi menghilangkan beberapa job desc di ranah profesional. Namun, di sisi lainnya, menghasilkan banyak job desc baru yang berkaitan erat dengan online dan digital.
Bagi saya, ini betul-betul sentimentil. Sangat sentimentil. Sebab, di waktu mendatang, meski pandemi sudah dinyatakan berakhir, melakukan serangkaian proses end to end secara online hampir bisa dipastikan akan menjadi tren di ruang lingkup seleksi karyawan, di banyak perusahaan.
Jika sudah demikian, bukan hanya HRD atau rekruter di perusahaan yang harus beradaptasi, para pelamar kerja juga mesti membiasakan sekaligus mawas diri terhadap segala proses seleksi karyawan yang diikuti.
Pada akhirnya, cepat atau lambat, proses seleksi karyawan secara tatap muka akan menjadi bagian dari kenangan yang, bagi saya, sangat sulit dilupakan. Bahkan, akan selalu saya ingat agar kelak bisa menjadi bahan cerita.