Sampai dengan saat ini, saya masih mengingat dengan baik masa di mana saya, juga teman satu angkatan di perkuliahan lulus satu per satu, dan mulai mengirim CV ke berbagai perusahaan untuk beragam posisi.
Rasanya cukup antusias, meski sulit dimungkiri bahwa, beberapa di antara kami merasa deg-degan. Lantaran belum banyak pengalaman dalam mengikuti proses seleksi karyawan.
Bahkan, hal mendasar seperti, "Nanti manggil HRD-nya pakai sapaan apa, ya? Pak/Bu atau Mas/Mba?" hampir selalu ditanyakan ke beberapa teman yang sudah punya pengalaman mengikuti interview terlebih dahulu.
Sepele, sih, tapi ya gimana. Namanya juga belum banyak pengalaman, bahkan nggak sedikit yang baru pertama kali mengikuti proses wawancara kerja. Masih khawatir salah ini dan itu. Juga kelewat overthinking.
Pada masanya, memanggil HRD atau seseorang dari perusahaan yang mengundang kita untuk proses wawancara kerja dengan sapaan Pak/Bu atau Mas/Mba rasanya wajib dilakukan untuk menghormati yang bersangkutan.
Jika ragu, minimal bertanya terlebih dahulu, "Maaf, saya bisa panggil Pak/Mas atau Ibu/Mba?" agar prosesnya lebih nyaman dan menghargai HRD perusahaan.
Saat ini, ketika saya bekerja di ruang lingkup HRD, banyak sekali kandidat yang, entah kenapa lebih memilih menyapa saya dengan sebutan "Kak".
Jujur saja, saya bukan seseorang yang gila hormat yang mengharuskan para pelamar kerja memanggil dengan sapaan Pak/Mas. Suwer, nggak gitu.
Namun, di situasi yang cukup formal seperti proses wawancara kerja, lumrah nggak sih memanggil HRD dengan sapaan "Kak"? Rasa-rasanya masih mengganjal dan asing saja gitu.
Belum diketahui, entah sejak kapan dan siapa yang memulai tren ini. Sebab, pada masanya, normalnya dalam menyapa HRD, kalau nggak menggunaan sapaan Pak/Mas, ya Ibu/Mba.