"YouTube, YouTube, YouTube lebih dari TV..."
Penggalan lirik lagu tersebut masih terngiang-ngiang di telinga saya. Meski tidak sampai secepat Usain Bolt saat memecahkan rekor dunia, lagu tersebut seakan terus-menerus berlari mengitari kepala saya.
Adalah Skinny Indonesian 24, Young Lex, Reza Oktovian, Kemal Palevi, dan Dycal, yang memperkenalkan lagu tersebut sekira lima tahun yang lalu.
Kala itu, konten kreator YouTube dianggap spesial dan "beda" karena segala sesuatu yang ditampilkan pada akun YouTube masing-masing selalu menarik, menghibur, dan---harus diakui---memang menawarkan sajian yang berbeda dari apa yang ditampilkan oleh banyak acara pada tiap saluran televisi.
Konten parodi, video singkat dengan editing yang mumpuni, dan lain sebangsanya. Selalu dibuat oleh para konten kreator YouTube dengan berbagai genre, sudut pandang, dan referensi.
Pada masanya, ada anggapan, hanya segelintir orang yang bisa dan mampu menjadi YouTuber. Lantaran, harus memiliki kemampuan sekaligus kemauan  dalam mengkreasikan berbagai ide yang mengendap di kepala.
Namun, nyatanya, pergerakan waktu berjalan beriringan dengan kemampuan banyak orang dalam mengolah ide menjadi output visual yang sangat paripurna.
Dalam prosesnya, secara perlahan dan bertahap, sampai dengan saat ini---mungkin juga seterusnya---secara harafiah, siapa pun bisa menjadi YouTuber. Apa pun konten yang dibuatnya. Benar-benar siapa pun. Tanpa memandang latar belakangnya. Mulai dari artis yang sering nongol di tv, sampai dengan masyarakat biasa.
Di sisi lain, siapa pun yang memiliki akun gmail, maka akan terkoneksi dengan produk google, termasuk akun YouTube. Maksud saya, dengan mudahnya akses untuk berkreasi, wajar saja jika kemudian sebagian orang ingin terkenal sekaligus viral melalui platform berlogo "play button" ini.
Belum lagi penghasilan yang nantinya akan didapat dari konten yang diunggah di YouTube melalui adsense dan endorse, menjadikan banyak orang ingin berprofesi sebagai YouTuber dengan segala konten yang diciptakan.
Lantas, jika semua orang bisa menjadi YouTuber, apakah YouTube masih layak diberi label "lebih dari tv"?
Bagi saya, fenomena ini selalu menarik untuk dibahas. Salah satu alasan sebagian orang beralih dari menonton tv menjadi ke YouTube adalah, untuk menghindari selipan iklan di setiap acara yang ditayangkan. Belum lagi harus menunggu sekira 5-10 menit sampai acara dimulai kembali.
Lama-kelamaan, rasanya bosan sekaligus jenuh aja gitu. Setelah beralih ke YouTube, nyatanya sama aja. Iklan/adsense bisa diselipkan di mana saja. Pada akhirnya, iklan memang sulit dipisahkan dari suatu acara juga konten yang diunggah di YouTube.
Kendati demikian, hal tersebut tidak bisa dikambinghitamkan. Sebab, suka atau tidak, keuntungan dari iklan menjadi sumber pendapatan utama di kedua media tersebut. Bagaimana pun cara dan improvisasi yang dilakukan.
Selanjutnya, secara perlahan, para artis tv yang beralih ke YouTube.
Nggak ada masalah jika artis memiliki akun YouTube. Hawong itu haknya mereka, kok. Kenapa juga kita harus melarang dan ngedumel sendiri saat mengetahui mereka---para artis---aktif membuat konten di YouTube?
Malah, sebagian orang menganggap bahwa, para artis yang ikut menggarap konten untuk diunggah di YouTube, merupakan angin segar. Agar ada pembeda, katanya.
Meski sulit dimungkiri bahwa, tidak semua kontennya fresh. Beberapa di antaranya kurang lebih sama seperti yang pernah ditayangkan di tv. Konten prank, pura-pura menjadi gembel, menjual kesedihan, dan sebangsanya. Di sisi yang lain, konten ini terbilang laris di pasaran---selalu ada penikmatnya.
Jadi, pada saat nonton YouTube dengan konten serupa, terasa seperti sedang nonton tv aja gitu. Hanya pindah platform saja.
Pada akhirnya, program yang biasa kita lihat di tv tetap berkesinambungan dengan konten di YouTube. Malah, sudah banyak orang yang mengawali karir atau beken di YouTube, ujung-ujungnya juga nongol dan/atau diundang di beberapa acara tv.
Bagi saya, hal tersebut sah-sah saja bagi siapa pun yang ingin meniti karir. Selama tidak merugikan orang lain. Juga menyalahi aturan, semua berhak menggapai harapannya masing-masing.
Lantas, jika benang merahnya sudah jelas, buat apa sebagian orang masih memperkarakan mana yang lebih baik antara tv atau YouTube?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H