Beberapa waktu yang lewat, kata ghosting mulai ramai diperbincangkan kembali. Lantaran sempat tersebar informasi bahwa, ada seorang public figur yang meninggalkan kekasihnya tanpa kabar.
Saya nggak perlu jelaskan lebih rinci siapa orang tersebut. Lagipula, kabar tersebut sempat trending di Twitter selama berhari-hari.Â
Jadi, sudah sewajarnya jika hal tersebut langsung diketahui oleh Netizen Maha Tahu, yang punya daya menelusuri cerita dan detail informasi melebihi FBI atau CIA. Betul-betul krezi.
Di luar dari cerita tersebut, saya pikir, ghosting merupakan fenomena yang sudah familiar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya saat seseorang menjalani suatu hubungan.
Saya tidak bermaksud untuk menormalisasi persoalan ghosting, apalagi sampai menyepelekan.  Percaya sama saya, meski terkesan sederhana, efek dari ghosting selalu membikin mangkel para korbannya. Malah, terkadang menghasilkan pisuhan yang dahsyat dari mereka, yang  sudah menjadi korban ghosting.
FYI, selain kerap kali terjadi pada suatu hubungan, ghosting juga sering terjadi di ruang lingkup pekerjaan. Lebih khusus lagi, pada saat proses wawancara kerja.
Dalam situasi seperti ini, HRD sering kali dilabeli sebagai pelaku ghosting bagi para pelamar kerja. Sebab, menurut pengalaman mereka, setelah melalui serangkaian proses seleksi karyawan, para HRD terkesan ogah-ogahan dalam memberi kepastian, apakah kandidat yang sudah diproses dinyatakan lolos atau sebaliknya.
Para pelamar kerja juga berpendapat bahwa, kalau memang tidak lolos seleksi, ada baiknya diinformasikan saja. Jangan justru menghilang tanpa memberi kabar lanjutan sama sekali.
Sebagai recruiter, saya bisa memahami hal tersebut. Itu sebabnya, sejak awal bekerja sebagai recruiter, saya selalu memberi informasi terkait tenggat berapa lama seorang kandidat harus menunggu.
Sebagai informasi tambahan, saya juga memberi tahu bahwa, jika tidak ada informasi lanjutan sampai dengan tenggat tersebut, artinya kandidat yang bersangkutan belum bisa lanjut ke tahapan berikutnya/belum lolos.
Hal tersebut saya lakukan sebagai ikhtiar agar terhindar dari lingkaran ghosting. Entah bagi diri saya sendiri, maupun bagi para pelamar kerja. Lantaran, saya bisa memahami, di-ghosting itu nggak nyaman.