Barangkali, sebagian orang menganggap bahwa bertukar password dengan pasangan adalah salah satu pelanggaran privasi yang cukup serius dalam suatu hubungan. Mereka yang berasumsi demikian meyakini, privasi itu ada batasnya.
Nggak semua hal harus diketahui pasangan tentang apa yang menjadi bagian dari diri kita. Bahkan ada pula yang merasa insecure, katanya, suatu hubungan akan menjadi nggak nyaman jika tidak ada batasan---tidak ada privasi sama sekali.
Dahi saya mengerenyit dalam, sedalam palung mariana, ketika mengikuti topik pembahasan tersebut.
Entah siapa yang memulai, menganggap bahwa bertukar password akun media sosial dan handphone itu sesuatu yang nggak perlu, melanggar privasi dalam suatu hubungan, dan mengurasi kenyamanan karena merasa selalu diawasi. Bahkan, obrolan menjadi melebar ke saling tukar pin ATM.
Pertanyaan besar saya, memangnya benar akan selalu demikian? Kenapa harus digeneralisir? Memang, semua pasangan akan mengalami hal serupa ketika dihadapkan pada permasalahan yang sama?Â
Kenapa ketika ada pasangan mengetahui password satu sama lain dianggap nggak akan ada privasi lagi? Kan nggak semuanya seperti itu.
Ada yang bilang, meski sudah suami-istri, tetap harus ada batasan dan ada privasi yang tidak perlu diketahui oleh pasangan masing-masing.
Gadgetmu ya gadgetmu, gadgetku ya gadgetku. Berlaku juga untuk akun media sosial.
Saya justru berpikir sebaliknya. Istri saya tahu semua password handphone dan akun media sosial saya, dan saya nggak pernah mempermasalahkan sama sekali. Bahkan, praktik ini sudah kami lakukan sejak berpacaran.
Nggak ada prasangka soal tidak ada lagi privasi atau gerak-gerik menjadi terbatas. Lagipula, mau ngapain, sih? Kalaupun pasangan saya ingin melihat isi akun media sosial saya, selalu saya perbolehkan, kok.Â
Saya nggak merasa khawatir akan suatu hal. Palingan, yang dia lihat ya postingan saya sendiri. Kalau ada yang chat via DM, saya pun nggak mempermasalahkan sama sekali. Termasuk juga password handphone.