Bukan bermaksud tidak mensyukuri pengalaman kerja pertama, tapi saat menjalani pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan sekaligus dengan kriteria para customer, saya dituntut harus ekstra sabar dan hati-hati.
Bagaimana tidak, para pelanggan khususnya di Indonesia rasa-rasanya sudah didoktrin dengan istilah "pelanggan adalah raja".
Sehingga, sewaktu masyarakat kita menjadi pelanggan suatu produk, sebagian di antaranya merasa seakan perlu diperlakukan bagai raja yang berkuasa.
Saya pun beberapa kali terkena amarah pelanggan. Memang dasar ingin selalu dianggap benar, saya yang tidak salah pun terkena umpatan dari pelanggan.
Secara langsung pernah, melalui telepon apalagi. Seperti sudah menjadi menu utama sehari-hari. Walau harus diakui, tidak semua customer berlaku semaunya. Masih banyak yang bahkan lebih ramah dibanding saya sebagai petugasnya.
Cara mereka beragam, ada yang menyapa lebih dulu, mengajak bercanda, sampai kepada mengucap rasa terima kasih atas pelayanan yang sudah diberi.
Sebagai seseorang yang bekerja di bidang pelayanan pelanggan kala itu, hanya sekadar ingin dihargai usaha dalam memberikan pelayanan terbaik, paling tidak menyampaikan terima kasih.
Hal tersebut lebih baik dibanding memasang ekspresi ketus, jutek, dan bersikap semaunya kepada para petugas pelayanan.
Setelah itu, saya pun mencoba untuk mengubah pola pikir saya. Pelanggan bukanlah raja, melainkan orang biasa seperti halnya para petugas.
Sama-sama punya martabat dan harga diri. Sebab itu, menghargai, menghormati, dan memahami satu sama lain merupakan hal yang harus dilakukan tanpa paksaan dalam prosesnya.
Setelah merasakan bekerja secara langsung bagaimana sulitnya dan harus memiliki kesabaran yang mumpuni menjadi Customer Service, saat itu hingga kini saya menjadi lebih bijak jika harus berhadapan dengan petugas layanan di mana pun.